Minggu, 20 Desember 2015

DASAR-DASAR ILMU ADMINISTRASI NEGARA

DASAR-DASAR ILMU ADMINISTRASI NEGARA
M. Nasuhi
Pedoman Mata Kuliah Ilmu Admininstrasi
Uheyfree@gmail.com


Difinisi Ilmu Administrasi Publik
J.E. Walters dalam “ Basic Administration” (1959) mengatakan bahwa: “We are living in the vast administrative age of science engineering, industry govermenat, end democracy” Ilmu adaministrasi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini, hal ini disebabkan karena semankin tingginya tingkat kesadaran manusia bahwa setiap kegiatan usaha bersama untuk mencapai tujuan baik di bidang pemerintah, bisnis, rumah sakit, militer, universitas, maupun kegiatan masyarakat dll. Semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia tidak terlepas dari peroses administrasi, dan sangat membutuhkan “administrasi” untuk merealisasikan tujuan-tujuannya, bahkan ada adigium yang perlu dipeganag tegus yaitu: seberapa baguskah lembaga/organisasi melakukan kegiatan-kegiatanya untuk memproduksi barang dan jasa yang pada dasarnya ditentukan oleh seberapa bagus ia diadministrasikan, atau sering dikatakan melalui bahasa: The quality of administration in the face of increasing complelexities, growth, difficulties, end problems determines greatly their success”
Lalu apakah administrasi itu sebenarnya?
Banyak sekali pendapat para pakar kajian ilmu administrasi Negara/Publik daiantaranya adalah:
1.    J.M. Pfiffner (1954) yang mengatakan “Administration may be defined as the organization end derection of human end material resources to achieve desired ends” administrasi dapat diartikan sebagai pengoorganisasian dan pengarahaan sumber-sumber manusia dan metreal untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Bagian dari Administrasi tersebut antra lain “Planning, Organizing, Staffing, Directing,Coordinating, Reporting, Budgeting”. yang pertama kali dicetuskan oleh seorang ilmuan admisnistasi bernama Gullick dan Urwick(1937)  yang sangat terkenal dengan akronimnya yang disingkat dengan POSDCRB pengertiannya sebagai berikut:
1)    P-Planning: Perencanaan, yaitu kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan garis-garis besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode untuk melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2)    O-Organisizing: Pengorganisasian, Yaitu aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penyusunan struktur yang dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
3)    S-Staffing : Penyediaan staf, Yaitu pengarahan dan latihan sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja yang menyenangkan.
4)    Directing : Pengarahan, Yaitu pembuatan keputusan-keputusan dan menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat khusus dan umum.
5)    CO-Coordinating  : Pengkoordinasian, Berupa kegiatan-kegiatan untuk mempertalikan berbagai bagian-bagian pekerjaan dalam sesuatu organisasi.
6)    R-Reporting : Pelaporan, Yaitu hal yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja.
7)    B-Budgeting: Penganggaran. Adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui perencanaan fiskal dan akutansi.
2.  H.A. Simon Tahun (1958) yang menyatakan bahwa administrasi adalah administration as the activates of group cooperating to accomplish common goals” (administrasi adalah merupakan akivitas kelompok yang berkerjasama untuk mencapai tujuan bersama).
3.  W.H. Newman Tahun (1963) menyatakan bahwa administration has be been as the guidance, leadership end control of the effort of a group of individuals toward some common goal Administrasi diartikan sebagai pengarahan, kepemimpinan dan pengendalian usaha sekelompok individu (perorangan) dalam rangka mencapai tujuan bersama).
Pengertian administrasi secara ilmiah (keilmuan) hal ini didasarkan pada kajian ilmiah yang telah dilakukan melalui riset (penelitian) oleh para ilmuan khusus yang bidang ilmu administrasi Negara bahwa: Kata administration didalam bahasa inggris bahwa Administration berasal dari kata Ad+ministrate yang berasal dari bahasa lathin yang memiliki arti “to serve” memberikan jasa, pelayanan, bantuan, melayani atau mengabdi. Karektersitik utama dari administrasi itu sendiri adalah memberikan pelayanan dan pengabdian yang sebaik-baiknya kepada masyarakat yang harus dilakukan oleh para administration (pemerintah kepada yang diperintah), baik itu pemerintah yang paling tertinggi di dalam Negara seperti (President, Gubnur, Wali kota, Bupati/eksekutif DPRI dan DPRD/legislatif sampai ketingkat pemerintah yang paling bawah yakni RT/RW) mereka memiliki tugas dan bertanggung jawab untuk memberikan tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dilakukan secara adil dan kebijak kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
            Dari kata latin administrare yang kemudian dialihkatakan menjadi ke dalam bahasa inggris yakni To Administer yang di artikan sama dengan To Manage, sehingga Administration memiliki arti yang sama dengan management yaitu: Mengelola, Memimpin, Mengarahkan semua kegiatan manusia dalam rangka mencapai tujuan bersama. tetapi ada juga yang membedakan arti Administration dan Management seperti Dalton Mc. Farland tahun (1969) seorang ilmuan yang mengatakan bahwa: Administrasi berperan menetapkan tujuan-tujuan pokok, kebijakan-kebijaka, sedangkan management berperan melaksanakan tujuan dan kebijakan tersebut sampai berhasil/secara berhasil.
Sedangkan Dimock, Domok dan Koeing dalam Publik Administration” mengertikan Administrasi publik sebagai “The activity of the state in the exercise of its political power” Kemudian J.M Pffifner dan R. Presthus yang terdapat didalam bukunya mengatakan “ Public Administration Is a Process Concerned With Carrying Out Public Policies” kedua difinisis tersebut jelas sekali menunjukan aktivitas administrasi publik, yaitu pelaksanaan kekuasaan politik atau kebijakan publik. Kedua difinisi tersebut jelas sekali menunjukan peran khusus adminisrasi publik yaitu sebagai Pelaksanaan Kebijakan Politik, sedang siapa yang merumuskannya bukan menjadi peran administrasi publik. Difinisi administrasi publik seperti tersebut banyak dipengaruhi oleh Pradigma administrasi publik yang mendiktomikan politik dengan administrasi publik. Yaitu suatu aliran pemekiran teoritik yang memisahkan peran politik di satu pihak yaitu mereumuskan kebijakan publik, dan dipihak yang lain administrasi publik berperan hanya sekedar sebagai pelaksana kebijakan publik tersebut.
            Pradigma yang memisahkan politik dengan administrasi publik telah lama ditinggalakan dan sebagai gantinya telah lahir pradigma baru yang mengkontiuumkan (menarik hubungan yang erat timbale balik) antara politik administrasi publik, dan pradigma baru inilah yang sekarang banyak memberikan pengaruh kepada berbagai tioritik administrasi publik. Difinisi yang dikemukan oleh Negro dan Negro berbeda sekali dengan difinisi yang dikemukakan oleh Dimock, Domok dan Koeing kalu menurut Negro, Negro tahun 1980 bahwa Publik Administration adalah
1)    Is cooperative group effort in a public setting.
2)    Covers all three branches-executive, legislative, end judicial-end their interrelationships
3)    Has in infortant role in the formulation of public policy end is thus a fart of the political process.
4)    Is defderent in significant ways from private administration.
5)    Is closely associated with numerous private groups end individuals in providing service to the community.
Dari difinisi tersebut terutama pada urutan ke tiga (3) jelas sekali menunjukan peran atau keterlibatan administrasi publik dalam proses politik, yaitu peran untuk merumusakan kebijakan publik. Inilah difinisi administrasi publik yang kontemporer yang sesuai dengan Pradigma continuum politik-administrasi publik, dan masih banyak lagi yang sama atau mirip yang dikemukan oleh para pakar ilmu administrasi yang lain.
H. Simon di tahun (1957) merajuk administrasi itu sebagai sebagai The art getting things done. Sedangkan C. Hodgkinson (1957) menyatakan bahwa secara umum yang dimaksud dengan admistrasi itu adalah aspects dealing more with formulation of purpose, the value-ladden issues, end the human component of organization; sedangkan yang dimaksud dengan manajemen itu adalah; aspects which are more rontine, devinitive, programmatic, end susceptible to quantitative methods. Hogdkinson selanjutnya membedakan ‘administrasi dan manajemen sebagai berikut:
Administration

Management
Art

Science
Policy

Execution
Values

Facts
Upper

Lower
Echolons

Echelons
Strategy

Quantitative
Human

Material
Reflective

Active
Generalism

Specialism

J.J. Corson dan J.P. Harris (1963)  memuat difinisi administrasi sebagai berikut:
“Public administration is decision making, plening the work to be done, formulating objectives end goals, working with the legislature end citizen organization to gain public support end funds for government programs, establishing end revising organization, derecting end supervising employees, providing leadership, communicating end recerving communications determinimg work methods and procedures, appraising porformence, exercising controls, end other functions performed by government executives and supervisors”
Public administration adalah merupakan bentuk aksi dari pemerintah, atau merupakan alat/sarana untuk mewujudkan tujuan pemerintah. 
Menurut S.K. Bailey (dalam N. Henry, p.20) administrasi publik seyogyanya mengembangkan 4 (empat) macam teori diantaranya yaitu:
1)    Teori Deskriftif: teori yang bertujuan untuk mendiskripsikan struktur hierarkis dan hubungan-hubungannya dengan lingkungan berbagai tugas-tugasnya.
2)    Teori Normatif: teori yang menjelaskan mengenai tujuan nilai yang segoyanya dicapai; artinya apa yang seharusnya yang harus di lakukan oleh praktisi administrasi publik misalnya dalam menetapkan alternative dalam membuat keputusan, dan apa yang harus dilakukan oleh para ilmuan administrasi publik dalam mempelajari atau mengkaji adminitrasi publik serta sarana yang harus ia berikan kepada praktisi dalam membuat kebijakan publik.
3)    Teori Asumtif: teori yang mampu membrikan pemmahaman yang benar dan ketat atas siapa yang seharusnya yang dimaksudkan dengan person administrative itu? Apakah birokrasi publik yang berpelikau sebagai malaikat ataukah setan?
4)    Teori Astrumental: teori yang mampu senantiasa terus-menerus melakukan penyampurnaan atas teknik manajerial yang bertujuan untuk meningkatkan tujuan publik secara efektif dan efisien.
Dengan ke-empat teori tersebut N. Henry menjelaskan adanya 3 (tiga) pilar administrasi publik, yaitu:
1)    Perilaku organisasi dan perilaku orang-orang yang terdapat dalam organisasi;
2)    Teknologi manajemen dan istitusi-institusi implementasi kebijakan; dan
3)    Kepentingan publik yang terkait dengan pilihan etis setiap individu dan masalah-masalah publik.
Pemahaman kata tentang makna admnistrasi publik akan semakin lengkap kalu kita bisa memahami beberpa karakteristik dari administrasi publik berikut ini:

1.    Karakteristik Administrasi Publik
Administrasi publik mempunyai perbedan dan persamaan dengan administrasi niaga/bisnis/swasta. Administrasi” sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka yaitu “proses kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama” itu selalu ada baik pada setting/organisasi publik maupun swasta, yang membedakanya adalah tujuannya, problemnya, lingkungannya, dasar filosofinya dsb. Sebagaimana yang terdapat pada difininisi administrasi publik meneurut Negro dan Negro bagian ke-empat yang menyatakan Is defderent in significant ways from private administration.
Selain itu pada perkembangan kajian administrasi yang lebih kontrerporer, bahwa adminiistrsi publik memiliki kaitan yang erat dengan administrasi bisnis/niaga. Hal ini dapat dilihat dari pandangan David Osborne dan Ted Gaebler dalam karyanya yakni “Reinvetating Government” yang mencoba  mengkaitkan prinsip-prinsip atau dokterin-dokterin “entrepreneurial government” walaupun pada prinsipnya doktrin tersebut mendapatkan kontra dan pro, yang pro mengharapkan adanya “join paradigms” anatara adminitrasi publik dan administrasi niaga administrasi niaga lebih banyak yang kontra, hal ini disebabkan oleh arus globanisasi yang melanda dunia yang telah menyebabkan “membaurnya” aktivitas-akitivitas yang dilakukan baik oleh administrasi publik maupun administrasi bisnis, dan ini merupakan tantangan baru dalam paradigm ilmu administrasi.
Untuk mengatahui bagimana sebenarnya karaterisitik admiministrasi publik dan administrasi bisnis tersebut, berikut ini adalah pandangan klasik yang membedakannya diantaranya adalah:
1)    Administrasi publik bertujuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat (service making), sedangkan Administrasi niaga bertujuan untuk mencari keuntungan yang sebesarnya-besarnya (profit making).
2)    Pelayanan yang diberikan oleh Administrasi publik bersipat lebih Urgen bila dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan Administrasi niaga.
3)    Pelayanan yang diberikan oleh administrasi publik bersifat monopoli atau semi monopoli (No competition), sedangkan administrasi niaga kegiatanya lebih bersifat persaingan bebas (Free competition).
4)    Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat administrasi publik lebih banyak didasarkan pada undang-undang atau peraturan yang berlaku (legalistic approach) sedangkan pada adminitrasi niaga kegiatannya lebih banyak ditentukan secara bebas oleh kegiatan/keputusan pimpinnya yang bermotif mencari keuntungan (Profit motive).
5)    Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat administrasi publik kegiatanya tidak dikendalikan oleh harga pasar. Sedangkan administrasi niaga kegiatannya sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar (supply and demand principle).
6)    Administrasi publik dalam kegiatanya selalu ditujukan bagi kepentingan kesejahtraan rakyat banyak (social welfare). Sedangkan administrasi niaga kegiatannya lebih mengarah kepada pemenuhaan kepentingan ekonomi (economic welfare) individu atau kelompok tertentu.
7)    Pelaksanaan dan hasil pelayanan yang dilakukan adaministrasi publik tergantung kepada penilaian oleh rakyat banyak dan meminta pertanggungjawaban publik (public accountability) sedangkan administrasi niaga kegiatanya tidak tergantung pada penilaian publik sehingga pelaksanaanya tidak harus bertanggung jawab pada publik.
Setiap orang dalam menjalankan kehidupanya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh administrasi, atau tidak dapat menghndarkan diri dari kegiatan administrasi publk, karena:
1)    Administrasi publik dapat memaksa setiap orang untuk mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.
2)    Kegiatan yang dialakukan oleh adminitrasi publik sering kali merupakan kegiatan yang harus diproritaskan.
3)    Bidang cakupan dan luasannya kegiatan administrasi publik mempunyai ukuran yang tidak terbatas
4)    Pimpinan puncak administrasi publik bersifat politis (pejabat-pejabat politik) yang dipilih berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
5)    Pelaksanaan kegiatan oleh administrasi publik seringkali sangat sulit diukur tingkat keberhasilanya dan efisieninya.
6)    Masyarakat senantiasa mengharapkan agar administrasi publik dapat memenuhi segala macam kebutuhan mereka.
Sebagaimana telah di singgung didepan bahwa karakteristik administrasi tersebut sebagaian sudah tidak relevan lagi karena adanya perkembangan situasi dan kondisi global (ekologi administrasi publik) yang berpengaruh besar terhadap profil profermance administrasi publik. Seperti timbulnya kesadaran baru yang ingin membentuk profil dan profermance administrasi publik yang lebih bernuansa ekonomis (tercapinya tujuan administrasi publik secara lebih ekonomis, efiktif, efisien) dan lebih demokratis (adiminstrasi publik yang lebih responsive, refresintatif, dan mempunyai resposibilitas/accontabilittiy publik, semuanya ini membuat pendekatan administrasi publik yang lebih komprenhensif (polipradigmatik).
Pandangan tersebut diatas akan semakin kokoh ketika kita harus msmbedah perkembangan teori administrasi publik lewat pendekatan yang lebih bersifat polipradigmatik sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini:
2.    Pradigma Administrasi Publik.
Perkembangan suawatu disiplin ilmu dapat dicermati dari perkembangan pradigmanya. Pradigma sendiri di artikan sebagai “mainstream” atau dapat di artikan sebagai alur pemikiran/pandangan yang mendasar dari suatu ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya/seharusnya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengatahuan. Pran atau tugas pradigma adalah, mengolongkan, merumuskan, merencanakan, mengembangkan, dan menghubungkan exlemplar (hasil temuan ilmu pengatahuan yang telah diterima secara umum berdasarkan hasil risiet yang dilakukan oleh para ilmuan administrasi itu sendiri dan didasari oleh kondisi/penomena yang di latarbelakangi oleh perkembangan pola fikir manusia berdasarkan perkembangan zaman dan perubahan global), perubahan/pradigma yang terjadi di bidang ilmu pengatahuan didasarkan oleh teori-teori, metode-metode dan seluruh pengamatan yang terdapat di dalam metode tersebut semua peubahan itu ditemukan melalui pengamatan, tela’ah berdasarkan fenomena melalui riset yang mendalam yang dilakukan oleh para pakar Ilmu Adminstrasi.
Perubahan yang terjadi khusunya di bidang ilmu administrasi para pakar kajian ilmu administrasi sering menyebutnya sebagai “pradigma is a fundamental imege of the subject matter within a science” sebagaimana yang dikatakan oleh Thomas Khun (1962) seorang pakar pradigma administrasi mencatet dalam bukunya yang terkenal The Structure of Scientific Revolition, menyatakan bahwa “ perkembangan ilmu pengatahuan tidak akan terjadi kumulatatif (sedirinya) tetapi terjadi melalui Revolusi” artinya ilmu itu berubaha melalui perubahaan kondisi secara ilmiah melalui penelitian/risset. Kemudian Thomas Khun menyusun/merumuskan sebuah model perkembangan ilmu pengatahuan sebagai berikut:
         Pradigma I. Normal Science-Anomali-Crisis-Revolution. Pradigma II. Model pradigma ilmu pengatahuan Khun ini menjelaskan kepada kita bahwa pradigma ilmu yang kaitan awalnya telah banyak diteriam oleh para akademisi dizamanya, akan tetapi dengan kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi dari masa kemasa sehingga setiap pradigma tersebut akan mengalami goncangan-krisis-revolusi dan sterusnya sehaingga akan terjadi dan menghasilkan  pradigma ilmu yang baru hal ini akan terjadi secara terus menerus sepanjang zaman kehidupan manusia dimuka bumi ini karena setiap tulisan/karya yang dihasilkan oleh manusia melalui riset tidak akan perah mencapai kesampurnaan aka nada orang yang akan melakukan evaluasi terhadap pendapat setiap ilmuan melalui evaluai maka akan terlahir teori-teori yang baru yang disesuaikan dengan kondisi kehidupan manusia dizaman tersebut inilah yang terjadi disetiap ilmu sosial deemikaian pula dengan ilmu administrasi publik.
            Banyak sekali pakar administrasi publik yang telah menjelaskan pradigma administrasi publik yang sudah barang tentu menjelaskan pandangan-pandangan, pandangan tersebut ada yang sama dan ada juga yang berbeda, salah satunya adalah pandangan dari D.H. Rosenbloom (1989) dalam public administration: mengasumsikan bahwa: Understanding management, politics and law in the publik sector mengemukakan adanya 3 (tiga) pradigma utama dalam adaministrasi publik diantaranya adalah:
1)    Pradigma manajerial, dimana pradigma ini melihat bahwa pran dari adminitrasi publik sebagai “executive” dimana tugas utamanya adalah melaksanakan segala peraturan perundangan secara patuh dan sungguh-sungguh.
2)    Pradigma politik, pradigma ini lebih memandang bahwa administrasi publik sebagai lembaga yang mempunyai kapasitas dalam menetapkan kebijakan publik.
3)    Pradigma Legil (hukum), yakni pradigma yang memfokuskan pran dariadministrasi publik dalam tugas pradilan atau menegakan hukum.
Pada perkembangan berikutnya banyak pakar dari administrasi publik yang mengemembangkan ketiga pradigma dari Resenbloom tersebut kedalam berbagai jenis pradigma, misalkan pradigma didalam ilmu matamatik, prilaku, pilihan publik dan pilihan publik lainya.
Sedangkan pandangan dari Nicholas Henry mengenai pradigma administrasi publik yang diungkapkan didalam bukunya Public Administration end public affair (1989) menurut Henry dengan mengutip pandangan dari R.T. Golembisewski, mengatakan bahwa “Administrasi publik akan dikaji dengan baik bila administrasi publik itu dapat diketahui ciri-ciri baik “Locus” maupun “Focusnya”. Locusnya mempertanyakan tentang dimana letak institusionalnya dari administrasi publik. Misalnya apakah di biro pemerintahaan atau di tempat lain.  Sedangkan “Focusnya” mempertanyakan tentang apa isi/spisialisasi administrasi publik tersebut, misalkan apakah mengadung prinsip-prinsip administrasi atau telah berubah. Berdasarkan kedua variable tersebut maka Nicholas Henry mencoba menjelaskan/memaparkan tentang pradigma administrasi publik;
Pradigma I: Dikotomi politik- administrasi (1900-1926)
            Pada tahun 1900 Frank J. Goodnow sebagai pengikut/penkaji dari pendapatnya Wilsonia yang menulis sebuah buku dengan judaul “Politics end Administration” yang mengatakan bahwa ada “Dua fungsi pemerintah yang berbeda” yakni 1) fungsi Politik, dan 2) fungsi Administrasi;
1)    Fungsi politik ada kaitan dengan fungsi perumusan kebijakan-kebijakan dan pengekspresian kehendak/keinginan Negara.
2)    Fungsi administrasi ada kaitanya dengan pelaksanaan kebijakan dan kehendak Negara.
Pemeisahan keduanya (kekuasaan) merupakan basisi utama pembeda keduanya dimana badan legislatif di bantu dengan badan yudikatif yang mampu menterjemahkan kehendak Negara yang bertugas merumuskan kebijakan-kebijakan. Sementara badan eksekutif bertugas untuk melaksanakan tersebut secara inparsial dan apolitis.
Pradigma ke-I ini meletakan lokus administrasi publik pada birokrasi pemerintahan. Sementara badan legislatif dan yudikatif memiliki tanggungjawab dan fungsi utama pada penetapan keinginan Negara. Badan legislative dan yudikatif memiliki/mempunyai kedudukan yang lebih tinggi (formulasi kebijakan) dari administrasi publik (pelaksana kebijakan). Berdasakan perbedaan kedudukan inilah yang pada akhirnya menurut para pakar kajian ilmu administrasi Negara maka di kenal dengan istilah dikotomi antara “Politik” yang berperan untuk merumuskan kebijakan. Sedangkan  “Administrasi” memiliki fungsi/berperan untuk melaksanakan kebijakan. Pradigma ke-I ini lebih banyak menekankan pada aspek lokus administrasi Negara sementara  focusnya masih belum begitu mapan dan transparan. Contoh ada beberpa Universitas di Amirika ketika itu pada sektor Ilmu Administrasi Negara diajarkan mata kuliah tentang: Teori-teori Organisasi Administrasi keuangan, Administrasi Personalia dsb. Sedangkan pada bagian ilmu politik diajarkan materi-materi yang berkaitan dengan pemerintahan Amirika, perilaku Pembuatan Undang-undang, politik local, Proses Ligislatif, Ilmu perbandingan Politik, Hubungan International, sehingga dapat di bedakan dimakah posisi sebagai ilmu yang mandiri sama sekali masih belum keliatan/jelas.
Pradigma Ke-II Prinsip-Prinsip Administrasi (1927-1937)
Pradigma ini lebih menekankan pada “Focus” administrasi publik daripada “Lokusnya”  hal ini didasarkan pada pengkajian seoranga ilmuan yang bernama W.F. Willoughby yang menyatakan adanya prinsip-prinsip adminitrasi dalam setiap jenis organisasi, pernyatan ini diungkapkan melalui tulisan yang berjudul Principles of Publik Administration selanjutnya Willoughby membandingkan aspek Locusnya dapat dikatakan besifat ubikitos (ada dimana-mana) sebeb dalam pradigma yang Ke-II ini sekali Perinsip tetap menjadi Perinsip, dan sekali Administrasi tetap menjadi Adimnistrasi, karena kenyataanya prinsip-prinsip administrrai terdapat baik pada organisasi bisnis maupun pemerintah dan sebaginya dengan tampa membandang dari aspek budaya, lingkungan, ataupun jenis organisasinya dan oleh kernanya dapat diterpakan dengan berhasil dimana-mana, artinya baik administrasi dan organisasi sama membahas tentang kerjasama untuk mencapai tujuna yang sudah di sepakati.
Pradigma yang Ke- ini dapat dikatakan administrasi publik dengan aras menajemen, karena focusnya adalah berkaitan dengan perinsip-perinsip manajemen. Hal ini dapat dilihat dari pandangan L.H. Fullick dan L. Unwick yang terdapat dalam report papernya pada komisi Presiden Amirika Tentang Ilmu Administrasi tahun 1937 yang berjudul Papres on Science of Administrasi yang mengemukakan adanya 7 prinsip administrasi yang juga idintik dengan prinsip manajemen yang dikenal dengan akronim POSDCORB dan disingkat menjadi 1) Planning, 2) Organizing, 3) Staffing, 4) Directing, 5) Coordinating, 6) Reporting, dan 7) Budgeting.
1)  P-Planning: Perencanaan, yaitu kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan garis-garis besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode untuk melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2)  O-Organisizing: Pengorganisasian, Yaitu aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penyusunan struktur yang dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
3)  S-Staffing : Penyediaan staf, Yaitu pengarahan dan latihan sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja yang menyenangkan.
4)  Directing : Pengarahan, Yaitu pembuatan keputusan-keputusan dan menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat khusus dan umum.
5)  CO-Coordinating  : Pengkoordinasian, Berupa kegiatan-kegiatan untuk mempertalikan berbagai bagian-bagian pekerjaan dalam sesuatu organisasi.
6)  R-Reporting : Pelaporan, Yaitu hal yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja.
7)  B-Budgeting: Penganggaran. Adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui perencanaan fiskal dan akutansi.
Menurut pandangan dari (Willoughby, Merriam dan Litchfield) bahwa administrasi Negara yang berkembang saat Pradigma yang Ke-II ini telah mampu berdiri sebagai ilmu yang mandiri karena telah memiliki prinsip-prinsip yang universal (ilmiah berdasarkan kajian dan riset). Akan tetapa setiap teori pastia ada sanding dan bandingnya ataupun ada teori yang baru yang muncul menurut kondisi/penomena yang menyebabkan teori lahir dari kajian, pada tahun (1938-1947) pendapat dari (Willoughby, Merriam dan Litchfield) yang mencoba menepik pandangan/pendapat/teori baik pada pradigma ke-I atau ke-II asumsi-asumsi paradigmatic tentang dikotomi Politik-Administrasi banyak ditolak. Para pakar yang menolak seperti Herbert Simon dan Robert Dahl menolak paham bahwa Administrasi memiliki/mempunyai prinsip-prinsip yang bersifat universal, hampa nilai, impersial dan apolitis, “A theory of public administration is a theory of publik aiso” (sulit kiranya memisahkan Administrasi dengan Politik). Hal ini menurut Simon sendiri didalam proses perumusan kebijakan publik pasti akan Nampak akan adanya hubungan secara konseptual yang logis antara Administrasi Publik dengan ilmu Politik. Sedangkan Dwight Waldo didalam bukunya yang terkenal yang berjudul The Administrative State: A Study Of The Political Theorey of Amirican Public Administration, juga tidak sependapat dengan asumsi yang menyatakan bahwa perinsip-perinsip administrasi itu tidak berubah (berarti tidak universal)  dan nilai-nilai ekonomis dan efisiensi yang mendominasi alur pemikiran hal ini dinilai terlalu sempit, kelemahan-kelemahan yang ada pada pradigma I dan Ke-II telah merangsang timbulnya pradigma ke-III.
Pradigma Ke-III: Administrasi Sebagai Ilmu Politik
            Kritik yang terjadi terhadap Pradigma Ke-I dan Ke-II telah memaksa administrasi publik kembali pada induk disiplinnya yaitu ilmu politik dengan locusnya pada birokrasi pemerintahan tetapi focusnya kurang begitu jelas karena berbaur dengan ilmu politik.
            Pada priode Pradigma yang Ke-III merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk merajut/menghubungkan kembali secara konsepsional antara administrasi publik dengan ilmu politik. Tetapi sayangnya pengertian adminitrasi publik telah kehilangan identitasnya yang utama karena ruang lingkupnya, tekanan dan pengertianya identik dengan ilmu politik. Tetapi kemudian mulai tahun 1963-1967 para ahli ilmu politik kurang tertarik minatnya pada administrasi publik sehingga ilmu administrasi publik mulai kehilangan lagi hubunganya dengan ilmu politik, karena teralinasikan dari induk disiplin ilmu politik maka administrasi publik merasa menjadi warga Negara kelas dua. Akan tetapi hal itu tidaklah menjadikan Public administration tidak ada perkembangannya seiring dengan perkembangan waktu maka pada priode Tahun 1956-1970 menemukan jati dirinya lagi sebagai disiplin ilmu administrasi sehingga lahirlah pradigma yang Ke-IV.
Pradigma Ke-IV: Administrasi Publik sebagai Ilmu Administrasi                   (1956-1970)
Pradigma ini muncul karena disebabkan karena merasa telah diperlakukan sebagai warga Negara kelas dua dalam ilmu politik maka para serjana ilmu administrasi publik mulai mencari alternatif yang lain yaitu ilmu administrasi, akan tetapi sayangnya baik dalam ilmu politik maupun ilmu administrasi. Administrasi publik telah kehilangan identitas dan spesifikasinya. Ilmu administrasi merupakan studi gabungan antara teori organisasi dan ilmu manajemen, dimana teori ilmu organisasi dengan memperoleh bantuan dari ilmu jiwa sosial, administrasi niaga, sedangkan ilmu administrasi publik dan sosiologi mempelajari dan berusaha untuk memahami tingkah laku organisasi, sedangkan ilmu manajemen mempercayakan bantuannya pada statiktik, computer, analisis sistem ekonomi dan sebagainya.
Sebagaimana pada paradigma yang ke-II, administrasi lebih banyak mengetengahkan focus-nya daripada locusnya dan administrasi tetap administrasi dimanapun berada, demikian pula perinsip-perinsip administrasi tersebut, kemudian berbagai usaha dilakukan untuk menemukan alternative bagi pradigma administrasi publik, adanya pengaruh yang besar dari administrasi bisnis telah mempercepat usaha pencarian alternatif ini, terbitnya Jurnal Administrasi Science Quarterly pada tahun 1956 telah menjadi ajeng bagi pengenalan konsep-konsep pradigma ke-IV. Para ahli administrasi administrasi publik seperti Keith M.Henderson pada pertengahan tahun 1960-an menyatakan bahwa teori organisasi seharusnya telah menjadi focus pradigma administrasi publik.
Pada tahun 1960-an telah berkembang dengan pesat perihal “organization development” sebagai suatu speliasasi baru dalam ilmu administrasi yang menarik perhatian yang besar dari kalangan serjana administrasi publik, hal ini menarik karena pengembangan organisasi sebagi spesialisasi baru berbasis pada ilmu jiwa sosial dan memuat nilai-nilai demokratisasi birokrasi baik pada organisasi publik maupun bisnis/swasta, sekaligus hal ini dipandang oleh para ahli ilmu adminiistrasi publik uda sebagai bidang penelitian yang menjanjikan dalam kerangka ilmu administrasi. Unversitas Yele di AS. Dicatet sebagai salah satu institusi mampu mengembangkan konsep-konsep “pengembangan organisasi” dalam administrasi publik, yang menyebabkan munculnya masalah baru yaitu tentang garis yang memisahkan antara administrasi publik dan administrasi bisnis, disamping itu pengertian “publik” dalam “public administration” yang menimbulkan perdebatan yang ramai dikalangan para ilmuan.
Dengan adanya masalah-masalah tersebut diatas, maka pradigma Ke-IV masih belum dapat diselesaikan/dipecahkan terutama masalah locus administrasi publik, sehingga administrasi publik perlu mencatet pradigma baru yang dapat menemukan baik lucus maupun focusnya, sehingga menyebabkan lahirnya pradigma Ke-V dalam ilmu administrasi publik.
Pradigma Ke- V administrasi pulbik sebagai administrasi publik (1970)
            Pada thun 1947 Herbert A.Simon sebagai seorang serjana menyuarakan perlunya hubungan konsepsional yang logis antara administrasi publik dan politik (sebagai reaksi adanya dikotomi politik administrasi), menyarankan adanya serjana admininistrasi publik yang berorentasi pada pengembangan ilmu administrasi murni yang berorentasi pada pengembagan kebijaksanaan publik.
            Fokus administrasi publik dalam bentuk “ilmu administrasi publik yang murni” yang masih harus di diketemukan atau diupayakan. Lebih-lebih lagi di dorong semkin mantapnya perkembangan teori organisasi (yang pada pradigmanya sebelumnya telah menjadi fokus administrasi publik) dan adanya perkembangan baru dalam teknik-teknik terapan pada ilmu manajemen. Perkembangan tersebut telah semakin mendekatkan hubungan administratif antara organisasi publik dan bisnis dan hubungan antara teknologi dan sosial. Hal ini memperkuat perkembangan locus administrasi publik. Tetapi kemudian posisi locus administrasi publik agak “tergoyahkan” karena di Negara-negara maju telah berkembang spesialisasi baru yaitu “comparative public administrasi” suatu kajian perbandingan administrasi publik di Negara-negara sedang berkembang.
            Selain itu para serjana administrasi publik juga semakin banyak terlibat dalam bidang-bidang kajian ilmu kebijakan, ekonomi politik, proses perumusan kebijakan analisa kebijakan publik evaluasi kebijakan publik.. Hal yang terakhir ini dapat dilihat sebagai gejala yang mempertemukan locus dan fokus administrasi publik. Dan seorang Nocholas Henry dengan tegas menyatakan bahwa focus administrasi publik adalah teori organisasi dan ilmu manajemen dan locusnya adalah kepentingan publik dan masalah-masalah publik.
            Perkembangan pradigma administrasi publik di atas bukanlah satu-satunya yang kita kenali, ada beberapa pendapat lain yang dikemukakan oleh para pakar lain seperti misalnya J. Davis yang menjelaskan pradigma/model/pendekatan administrasi publik terbagi ke dalam 4 pendekatan diantaranya yakni;
1)    Pendekatan manajerial,
2)    Fsikologi,
3)    Politis, dan
4)    Sosiologi
Sedangkan C.L Sharma membaginya menjadi
1)    Pendekatan Proses administrasi,
2)    Empiris,
3)    Perilaku Manusia Sosial,
4)    Sistem Siosial,
5)    Matematik, dan
6)    Teori Keputusan.
Sedangkan G.H Frederickson membagi model administrasi  yaitu;
1)    Model Birokrasi Klasik,
2)    Neobirokrasi,
3)    Institusi,
4)    Hubungan Manusia, dan
5)    Pilihan Publik.
J.C. Beuchner membagi pendekatan administrasi publik menjadi 4 bagian yaitu;
1)    Pendekatan Tradisonal,
2)    Behavioral,
3)    Desisional,dan
4)    Ekologis.
Masih banyak pakar administrasi publik yang lain yang mempunyai pandangan yang sama ataupun pendapat yang berbeda dengan pandagan diatas, seperti ada yang memasukan pendekatan kompratif dan pendekatan administrasi pembangunan dalam pradigma administrasi publik, pradigma administasi publik itu tidak pernah konklusif untuk menemukan yang baru.
3.    Teori Organisasi
Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas dan padat, berturut-turut tentang Teori Birokrasi; Perilaku Organisasi; dan Teori Pengembangan Organisasi.
a.    Teori Birokrasi
Bantuk organisai yang paling dominan baik untuk organisasi publik ataupun bisnis dewasa ini adalah Birokrasi. Kata birokrasi sering kali dipergunakan dalam pengertiannya yang negatif, yaitu penanganan urusan yang birokratis, membulat pita merah (red tape), alias prosedur yang tidak efisien. Tetapi sebenarnya birokrasi itu merajuk pada bentuk organisasi yang berciri mengedepankan proses administrasi.
Birokrasi yang secara etimologi berarti “kekuasaan yang dijalankan oleh biro” merupakan fenomena umum yang selalu ada baik pada organisai publik maupun organisasi bisnis dan organisasi lainya. Konsep birokrasi yang kemudian di beri makna negatif seperti dikatakan diatas sebenarnya sangat lazim diketemukan pada jenis organisasi apapun bukan hanya pada waktu yang lampau tetapi juga sampai dewasa ini. Bahkan Negro dan Negro (1980) menyetakan bahwa birokrasi itu “ refres to a specific from of social organization for administrative purposes”. Secara pasti bahwa proses organisasi tidak dapat terlepas dari administrasi.
Max Weber, seorang sosiologi kenamaan dari Jerman Max adalah orang yang pertama kali mendiskripsikan secara sistematis dan menganalisis secara jitu peran birokrasi pada masyarakat industry Eropa Barat ketika itu Max Weber percaya bahwa salah satu karakteristik utama masyarakat industry adalah adanya dorongan yang untuk merasionalisasikan proses sosial dan ekonomi. Dengan resionalisasi yang dimaksudkan adalah “The calculated meshing mens ends so achieve social end economic objectives with the greatest possible efficiency” (“perpaduan saran dan tujuan yang penuh dengan perhitungan untuk mencapi tujunan-tujuan yang penuh sosial ekonomi seefisien mungkin”) oleh kerena itu jenis birokrasi publik/bisnis yang seperti itu ia namakan sebagai Birokrasi Tipe-Idial atau Rasional. Model ini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan kenyataan organisasi secara sampurna, melainkan sekedar menggali unsure-unsur kunci penomena organisasi tertentu serta menekankan hanya pada tujuan analistis. Model birokrasi Weber telah mampu menjadi landasan bagi kajian teori organisasi kontemporer sehingga ia bisa dianggap sebagai “a founding father of the scientific study of organization”.
Karakteristik utama birokrasi tipe-tipe idialnya Weber adalah sebagai berikut:
a)  Adanya pembagian tugas perkerjaan untuk masing-masing pegawai (division of labor) yang telah ditetapkan secara jelas dan dilaksanakan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized expert) dan bertanggung jawab bagi tercapinya tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
b)  Adanya perinsip hierarki dalam organisasi (the principle of hierarchi), dimana struktur organisasi yang ada dibawah berada dalam pengendalian dan pengawasan struktur organisasi yang diatasnya. Oleh karena itu setiap pegawai bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan atasanya dan perilakunya sendiri, walpun masing-masing orang berada pada jenjang organisasi mempunyai otoritas-otoritas tetapi penggunaan otoritas itu tetap harus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi.
c)  Pelaksanaan tugas diatur oleh sistem peraturan yang terus menerus diberlakukan secara konsisten (sistemof rules) hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya unuformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masing-masing anggoto organisasi bagi pelaksanaan tugasnya.
d)  Pegawai yang ideal adalah pegawai yang berkerja atas semangat  “formalistic impresionality” atau “sine ira et studio”, yaitu berkerja atas dasar ketidakberpihakan kepada siapapun. Hubugan pejabat dengan klienya bersifat tidak peribadi agar perkerjaan dapat terlaksana secara efisien, selain dengan hal itu dimaksudakan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang dan persamaan pelayanan administrasi.
e)  Adanya sistem karier (career system) dalam perkerjaan. Hal ini berarti penerimaan pegawai didasarkan pada hasil seleksi (kualifikasi professional) dan promosi didasarkan atas senioritas atau prestasi dan sesuai dengan hasil penilain atasanya. System karier berperan dalam menumbuhkan kesetian pada organisasi dan semangat kerja sama (esprit de corps) di antara anggota organisasi.
Kelia hal tersebut memang sangat idieal dan sangat rasional bagi birokrasi moderen, baik publik maupun bisnis, Max Weber yankin bahwa birokrasi rasional pasti akan semakin penting karena birokrasi tipe ini mempunyai ciri-ciri diantaranya: kecermatan, kontinuitas, displin, ketat, dapat diandalkan dan merupakan bentuk organisasi yang paling memuaskan dari segi teknis. Walapun demikian tidak berarti bahwa konsep birokrasi rasional dari Max Weber tersebut tidak punya kelemahan.
Berikut ini ada beberpa keritikan terhadap gagasan birokrasi ala Weberian di antaranya:
1)    Birokrasi rasional cendrung berimplikasi pada pemisahan orang-orang dari sarana-sarana produksi dan dapat menumbuhkan ‘formalisme’ dalam organisasi.
2)    Sifat kecermatan, keandalan, kedisiplinan, dalam birokrasi rasional bisa berakibat menghancurkan dirinya sendiri.
3)    Aturan-aturan yang ketat yang dimaksudkan sarana dalam mencapai tujuan mungkin bisa menjadi tujuan itu sendiri, dan padahal aturan itu tidak lebih dari sekedar penuntun yang tidak sampurna.
4)    Struktur jabatan/karier yang hierarkhis bisa mendorong timbulnya solidaritas kelompok yang memgabitkan perlawanan terhadap perubahan yang diperlukan.
5)    Norma impersionalitas pegawai/pejabat dalam menjalankan tugas pelayanan bisa menyebabkan timbulnya komplik dengan para pengguna pelayanan (masyarakat).
6)    Tidak ada perinsip/azas yang berlaku abadi, situasi yang berbeda memerlukan stuktur birokrasi yang berbeda pula.
Karakteristik birokrasi model Weber diatas memanag sangat idial yang tentu saja realitasnya cukup sulit dicapai sehingga tentunya banyak menimbulkan kritik seperti R.K. Merton dalam Bureaucratic Structure end Personality (1940) menyatakan bahwa:
1)    Sifat birokrasi yang pernah dengan disiplin yang ketat bisa berakibat menghancurkan diri sendri.
2)    Adanya sistem aturan sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu sendiri.
3)    Kondisi kerja yang terlalu birokratis bisa menciptkan solidaritas kelompok yang bisa anti terhadap perubahan.
4)    Sifat impersonalitas birokrat dalam memberikan pelayanan pada masyarakat bisa menyebabkan timbulnya komplik dengan klien.
5)    Struktur birokrasi terlalu tradisional bisa meninbulkan akibat disfungsional yaitu inefiseinsi.
6)    Sifat formal dari birokrasi akan menciptakan perilaku birokrat yang formal/kaku, sering kali bertentangan dengan kenyataan manusia sebagai mahluk sosial yang juga menumbuhkan hubungan-hubungan yang bersifat informal yang juga bisa menciptakan adanya semangat dan produktifitas kerja.
b. Teori prilaku organisasi
Perilkau organisasi (organizational behavior) adalah merupakan a body of knowledge yang berbica tenatang manusia di tempat kerjanya dan tentang perilaku kinerja sebagai sebuah disiplin ilmu yang didifinisikan oleh Ivancevich, Szilagyl dan Wellace pada tahun (1977) sebagai berikut”
“organizational behavior is concerned with the study of the behavior, attitudes, end performance of woekers in an organizational stting; the organization,s end informal group’s effect on the worker sperceptions, feeling’s end actions; the environment’s effect on the organization end its human resources and goals; end the effect of workers on the organization end its effectiveness”
Berdasarkan difinisi tersebut paling tidak ada 5 (lima) yang menjadi kay points dalam organizational behavior (OB), yaitu;
1)    Organisasi formal hanyalah salah satu saja dari sekian banyak perhatian dari OB, dimana indivisu dan kelompok sebagai suatu etentitas yang terpisah juga memperoleh perhatian yang sama.
2)    Sangat penting memperlajari perilaku, sikap dan kinenrja individu dan kelompok karena berpengaruh tehadap organisasi secara keseluruhan.
3)    Organisasi, kelompok informal dan lingkungan memainkan suatu peran dalam membentuk perilkau manusia dan kinerjanya.
4)    Individu mempengaruhi efektifitas organisasi atau usaha pencapain tujuan organisasi.
5)    Untuk memahami perilaku manusia dalam organisasi perlu kita memasuki ilmu-ilmu perilaku dan menggunakan metode ilmu untuk mengkaji variabel-variabel dalam bidang perlilaku organisasi.
Munculnya teori perilaku organisasi disebabkan adanya pengaruh yang begitu kuat dari berbagai ilmu perilaku (behavior sciences) seperti antropologi, sosiologi, psikologi dan psikologi sosial terhadap teori organisai. Teori organisasi klasik yang banyak dicirikan dengan pendekatanya yang mekanistik, formal deterministic telah diganti dengan teori organisasi yang berpendekatan humanistic yang telah banyak memperhatikan aspek-aspek dinamika sifat, siakap dan perilaku manusia yang berintraksi dalam organisasi.
Secara evolutif, perkembangan studi perilaku organsasi berawal dari kajian Psikologi Industri Industriall Psychology (1913-1930) yang memusatkan kajian-kajian pada demensi-demensi individu seperti perbedaan-perbedaan bakat, keahlian dan intelegensi orang-orang yang menjadi anggota organisasi/pegawai industri, karena hal ini skopnya terlalu sempit maka kajian ini kemudian digantikan dengan kajian hubungan-hubungan kemanuasia Human Realition pada tahun (1930-1960) yang memusatkan kajian pada deminsi kelompok seperti dinamika kelompok, kerjasama dengan semangat tinggi. Kemudian, karena kajian ini mengabaikan faktor situasi/lingkungan dimana orang-orang berkerjasama mencapai tujuan, dengan demikian maka akhirnya timbullah kajian prilaku organisasi/organizational behavior pada tahun (1960-?) yang kajiannya mencakup baik dari aspek individu kelompok maupun organisasi dan lingkungan, kelopok maupun organisasi dan lingkungan. J.M. Invancevich, A.D. Szilagyi, Jr. dan M.J.Wallanca,Jr. menyatakan hawa tentang perilaku organisasi (organizational behavior) sebagai berikut: “Is not behavioral scinces kwonledge” menurut mereka kajian perilaku organisasi mencakup emapt hal diantaranya;
1)    Kaijan perilaku, sikap dan kinerja pegaawai-pegawai (individu-individu) dalam suatu lingkungan organisasi.
2)    Pengaruh organisasi/formal dan kelompok informal terhadap persepsi, perasaan dan tindakan para perkerja.
3)    Pengaruh pada orgaisasi dan sumber tenaga kerjanya serta tujuan-tujuanya.
4)    Pengaruh perkerja pada organisasi dan efetivitasnya.

1.    Aspek Individu dan Pengaruhnya pada Organisasi.
a)  Individu
Bila kita hendak mengkaji perilaku organisasi dari sudut individu yang menjadi anggota organisasi, maka tidak ada cara lain kecuali kita harus memahami secara mendalam interrelasi antara faktor-faktor psikologi manusia dan perananya dalam perkerjaan.
Faktor determinan perilaku organisasi dan kinerja;
Abilities
motivies
 
Personality
 



Personality (keperbadian) menurut para ahli ilmu perilaku adalah merupakan kombinasi yang unik antara kecakapen dan motif. Motif (yang merupakan inner drive untuk berbuat sesuatu) yang ada pada seseorang akan mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu (upaya) dan bila hal ini dikombinasikan dengan kecakepan yang dimilikinya akan mengarah ketimbulnya prilaku tertentu dan selanjutnya hal ini akan menghasilkan kinerja.


b)    Kelompok
Para pemimpin organisasi apapun pada umumnya terletak pada umumnya tertarik perhatianya pada perilaku kelompok karena kebanyakan aktivitas organisasi dan pembuatan keputusan dilaksanakan dalam kelompok. Intraksi dalam kelompok orang-orang dalam kelompok dinilai penting oleh pimpinan karena lewat aktivitas kerja kelompok itulah banyak tujuan dan sasaran organisasi tercapai.
Sehubungan dengan hal itu maka setip pemimpin organisasi perlu memahami dan memanajemeni deminsi-deminsi kelopok seperti; jenis dan komposisi, kohesi kelompok, norma, peran, kekuasanaan dan konflik dalam dan anter kelompok. Sedangkan jenis kelompok dapat dibedakan menjadi 3 macam diantaranya;
1)    Kelompok fungsional (functional groups) hal ini berkaitan dengan kelompok-kelompok yang secara umum dibentuk sesuai dengan struktur organisasi untuk menjalankan fungsi-fungsi organisasi, jenis kelompok ini sering diklasifikasikan sebagai kelompok organisasi formal.
2)    Kelompok gugus tugas (task or project groups) kelompok ini merupakan kelompok yang anggotanya terdiri dari sejumlah pegawai yang secara formal diikat/dihimpun untuk melakukan tugas khusus tertentu selama jangka waktu pendek atau panjang, misalkan satuan tugas penanggulangan bahaya narkoba, banjir, kerusakan lingkungan, korupsi dll.
3)    Kelompok kepentingan dan persahabatan (interest end friendship groups) hal ini dimaksudakan kelompok yang pembentukannya didasarkan atas kesamaan kepentingan, bisa dalam kelompok formal atau informal yang memiliki tujuan yang bersusaian dengan tujuan organisasi ataupun tidak. Contohnya seperti kelompok perkerja (serikat buruh) kelompok sosial, kelompok rekreasional dll.
Pimpinan organisasi perlu memahami karakteristik ke tiga kelompok tersebut karena perilaku anggota tersebut berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Faktor-faktor utama dalam deminsi kelompok seperti satatus, norma, tingkat, perkembangan, kekuasaan, komplik dll, meurupakan hal yang penting dalam mempengaruhi kerja kelompok dan selanjutnya kinerja organisasi, hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat kinerja keompok organisasi diantaranya;
1)    Tahap orentasi (orientation)
2)    Mengatasi masalah internal (internal problem solving)
3)    Pertumbuhan dan produktivitas (growth and productivity)
4)    Evaluasai dan pengendalian (evaluation and control)
Kelompok yang masih berada pada tahap orentasi masih disibukan dengan kegiatan membangaun struktur, jaringan komunikasi, aturan, mengklarasifikasi hubungan antara anggota kelompok, mengidentifikasi peran pemimpinnya.
       2. Organisasi
Semua organisasi apapun jenis, ukuran dan afiliasinya terdiri dari individu dan kelompok. Organisasi memiliki keunukan karakteristiknya masing-masing sebagaimana halnya individu dan kelompok. Selain ukuran, setiap organisasi berbeda kebijakannya, iklim organisasinya budayanya, strukturnya, tingkat sentralisanya.
Organisasi selain dipengaruhi oleh kondisi individu dan kelompok yang ada dalam organisasi tersebut juga banyak dipengaruhi oleh kondisi organisasi yang paling utama yang pmempengaruhi perkembangan organisasi adalah lingkungan di sekitarnya, pada perinsipnya organisasi perlu dikaji bagimana hubunganya dalam berintraksi dengan lingkunganya baik lingkungan internal maupun eksternalnya. Lingkungan internal merupakan hal-hal yang berkaitan dengan struktur organsisainya, iklim kerja, budaya kerja, kepemimpinan, filsafat management, kebijakan pemimpin, peraturan organisasinya, sedangkan faktor eksternalnya yang meliputu kondiri sosialnya, ekonomi, politik, keamanan, dan globanisasi.
Faktor internal dan eksternal dalam organisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap gerakan dalam perkembangan organisasi termasuk didalamnya sikap dan prilaku orang-orang yang menjadi anggota oragnaisasi mulai dari pimpinan sampai ke tingkat bawahanya. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan banyak dipengaruhi oleh sejauh mana organisasi melakukan intraksinya dengan berbagai macam lingkungan yang ada di sekitarnya.
Lingkungan dalam internal organisai dikreasi oleh faktor-faktor seperti struktur organisasi, iklim organisasi, teknologi, pegawai, proses, sumber-sumber dan kepemimpinan. Sedangkan faktor eksternalnya dipengaruhi oleh seumber-sumber ekonomi, teknologi, pelanggan, competitor, sosiopolitik dan sejumlah peraturan yang diterapkan dalam organisasi. Perubahan lingkungan internal relatif lebih mudah dikendalikan dari pada faktor eksternlnya hal itu didasarkan atas perbedaan sbb;
1.    Faktor internal
Salah satu faktor internal yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan organisasi dan kinerja organsasi adalah organizational climate seperti struktur organisai, imbalan, otonomi, toleransi dan komflik. Pertanggung jawaban individu, tingkat resiko dalam suasana kerja, semua properties dari iklim organisasi tersebut karena besar pengaruhnya terhadap kinerja organisasi perlu dikendalikan dan dimanajemeni oleh pimpinan organisasi sehingga dapat memberikan suasana yang kondusif bagi upaya meningkatkan kinerja.
2.    Lingkungan eksternal
Lingkungan eksternal besar pengaruhnya terhadap kinerja organisasi seperti faktor lingkungan sosial politik bagimana pengaruh kekuatan partai politik terhadap kebijakan  organisasi, sejumlah peraturan pemerintah citra dan sikap publik terhadap organisasi, produk dan jasa yang dihasilkan organisasi, hal ini seringkali berpengaruh terhadap lingkungan eksternal yang memilik dampak yang cukup signifikan terhadap lingkungan internal dan hal ini akan memiliki pengaruh terhadp kinerja organisasi secara keseluruhan, oleh kernanya lagkah yang releven yang harus di upayakan melakukan manajemen dengan baik karena dengan diterapkan manajemen yang baik akan memberikan dampak yang baik terhadap kinerja organisasi.
Berbagai aspek yang berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi, sepert sikap, kepercayaan, nilai, kebutuhan, tujuan, presepsi, kemampuan, keperbadian, motivasi.
Berkaitan dnegan motivasi dalam organisasi menurut Abrahnam Maslow dalam The Need Hierarchy Theory menyatakan bahwa; “semua orang memiliki lima macam kebutuhan dan kebutuhan-kebutuhan ini terangkai kedalam suatu jenjang dari yang paling fundamental (basic suryival needs) sampai kepada kebutuhan yang pealing tinggi yakni, (personal growth end development) yang dimaksud dengan teori ini bahwa manusia termotivasi untuk melakukan sesuatu guna mencapai kepusan, atau setiap manusia akan termotivasi untuk melakukan susuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
Adapun kelima jenis kebutuhan manusia sebagai berikut
a)    Pyaiological Needs, merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi keberlangsungan hidup manusia yang mencakup kebutuhan, pangan, sandang dan papan.
b)    Safety Needs, yang mencakup kebutuhan akan rasa aman baik fisik maupun fiskis dari ancaman luar terhadap kesejahtraan manusia.
c)    Belongingnees/Sosial Needs, yang meliputi kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan hubungan dengan orang lain, persahabatan, berintraksi dengan orang lain perujutanya bisa saja dalam bentuk penilain rasa untuk memiliki/dimiliki.
d)    Esteem Needs, merupakan jenis kebutuhan akan harga diri/penghargaan pada diri yang bisa diperolehnya lewat upaya pemenuhan kebutuhan akan kekuasaan, prestasi, status setiap manusia.
e)    Self-actualization Needs ini merupakan jenis kebutuhan yang paling tinggi yang bisa dicapai lewat pemenuhan akan aktualisasi dari/perkembangan diri, kemampuan untuk mengembangakan semua potensi dan kapabilitas seseorang secara optimal untuk memperoleh kepusan yang paling tinggi.
3.   Aspek Kepemimpinan.
Aspek kepemimpinan adalah merupakan salah satu komponen dalam demensi kelompok dalam perilaku organisasi. Perilaku angota-angota organisasi kepemimpinan menurut Ivancevich, Szilagyi dan wellace dalam Organizational behavior end performance adalah “the relationship between two or more people in wich one ettemptsto influencethe other toward the accomplishment of some goal or goals”. Dari difinisi Nampak jelas tentang intraksi diantara orang-orang dalam organisasi guna mencapai tujuan itu dilaukan lewat kegiatan mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang (pimpinan) terhadap orang lain (yang dipimpin), untuk dapat menjalankan pengaruh terhadap orang lain maka pemimpin membutuhkan alat/sarana yang efektif sehingga dapat berhasi menjadi seorang pimpinan, tentunya alat yang dimaksud disini adalah organisasi itu sendiri dan salah satu bentuk sarana untuk dapat mempengaruhi orang lain tersebut adalah kekuasaan (power), power is the capacity to influence.
Beberapa sumber kekuasaan yang dapat dipergunakan oleh pimpinan untuk menjalankan kepemimpinannya diantaranya;
1)    Kekuasaan yang berbasis organisasi, kekuasaan ligitimasi, hadiah dan paksaan.
2)    Kekuasaan yang berbasis individu yang meliputi; kekuasaan keahlian, dan kekuasaan referensi.
Kekuasaan ligitemisi (ligitimate power) adalah kekuasan yang diperoleh seseorang karena kedudukanya dalam struktur orgaisasi, misalkan lewat pengangkatan penunjukan oleh oleh pimpinan yang lebih tinnggi. Legalisasi kekuasaannya yang diberikan melalui pemberian suruat keputusan yang sah dari atasnya.
Kekuasaan Hadiah (reward power) merakan kekuasan yang diperoleh seseorang berdasarkan kemampuannya untuk mengontrol dan mengadministrasikan hadiah-hadiah (penghargaan, pengakuan, perhatian, uang, promosi dsb) kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain mematuhi perintahnya.
Kekuasan Paksaan (coercive power) adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan dan mengadministrasikan hukuman/sangsi (peringatan penghentian kerja, ancaman hukuman dsb) kepada orang lain atas ketidakpatuhan mererka kepada perintah pimpinanya.
Kekuasaan Keahlian (expert power) adalah kekuasan yang dimiliki oleh orang tersebut (keterampilan, bakat, pengatahuan dsb) yang mampu ia demontrasikan kepada orang lain.
Kekuasaan Referansi (refren power) adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang yang didasarkan rasa daya tarik diri (personal appeal) yang luar bisa terhadap orang lain. Seseorang yang memiliki keperbadian yang adil, jujur bertanggung jawab, ketakwaan, kesetian, sopan, ramah tamah, penyayang, peduli dsb), hal itu bisa menjadikan orang tersebut sebagai pimpinan yang karismatik.
Seseorang pimpinan mampu memiliki dan menggunakan semua jenis kekuasaan tersebut diata maka ia akan menjadi menjadi pemimpin yang pawer full dan akan berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya, keberhasialn dalam proses kepemimpinannya juga dipengaruhi oleh pilihan alternative tindakan/perilaku/gaya kepemimpinan seseorang. Berikaut beberapa hal yang menjelaskan yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan (styel of leadership) dengan tingkat kematangan/kedewasaan bawahan (job end mental maturity) yang dikenal dengan Teori Siklus kehidupan (the lyfe cycle theory of leadership) bersumber dari Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, yang membagi styel of leadership) menjadi empat diantaranya; 1) Gaya Intruktif, 2) Gaya konsulatif, 3) Gaya pastisipatif, dan  4Gaya delegatif.
c.    Perubahan dan Pengembangan Organisasi
Perubahan sistem nilai, kelembangaan dan gaya hidup manusia yang didorong oleh adanya perubahan global terhadap ilmu pengatahuan dan teknologi telah manjadi semacam Conditio sine quanon bagi perubahan dan pengembangan organisasi. Upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat maka organisasi publik dan bisnis telah berjuang keras untuk memoderenkan organisasinya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat, para teretisi dan peneliti juga banyak disibukan oleh berbagai kajian-kajian yang mendalam tentang upaya mengkreasi berbagai model organisasi yang sesuai dengan dinamika perubahan yang sering kali sangat cepat dan tak terduga sebelumnya.
Ivancevich et al. dalam bukunya Organizational behavior end performance (1971) menjelaskan bahwa upaya perubahan dan pengembangan organisasi bisanya terkait langsung dengan pencapian tujuan (kinerja) organisasi yang lebih baik upaya tersebut diarahkan ke “ higher performance improved metovation, increased cooperation, clearer communication, reduced absenteeism and tumover, minimizational of conflict, and reduced costs”.
Ivancevich et al. dalam W.W. Burke dan W.H. Schmidt (1971) mengeterprestasikan organizational development (OD) sebagai berkut, “Using knowiedge and tachniq from the behavioral science, organizational behavior (OB) is a process which attempts to increase organizational effectiveness by integrating individual  desires for growth end development with organizational goals. Typicall, this process is a planned change effort which involves a total system over a period of time, and these change efforts are related to the organization’s mission”.
Pandangan diatas jelas sekali adanya hubungan yang sangat erat antara pengembangan organisasi dengan perubahan organisasi. Sebenarnya organisasi itu memuliki dua arah/tujuan makro dari dilaksanakanya perubahan dan pengembangan organisasi yaitu;
1)    Ditujukan pada peningkatan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
2)    Diarahkan pada penbentukan pola-pola perilaku pegawai (baik pimpinan maupun kariawan) yang kondusif dengan perubahan lingkungan.
Perinsip dari arah pertama karena karena pimpinan organisasi organisasi tidak mampu secara kesuluruhan dapat mengontrol lingkungan, maka mereka secara kontinyu mengupayakan perubahan internal seperti disain organisasi, sistem penguoahan, program penilaian kinerja dan sebagainya, sehingga mereka mampu mengatasi tuntunan akan hak dan otonomi pegawai, dalam mengahadapi persaingan dan aturan-aturan baru dari pemerintah, sedangkan arah poin yang kedua, yaitu perunahan pola-pola perilaku pegawai perlu juga dialkukan sebagai akibat dari adanya desain jabatan, struktur penggajian, program penetapain tujuan baru dsb.
Didalam pelaksanaan perubahaan dan pengembangan organisasi paling tidak ada empat proposisi yang perlu diperhatikan, dantaranya adalah;
1)    Pimpinan organisasi harus mengambil inisuatif yang kuat untuk menetapkan program pengembangan organisasi secara terencana dan sistematis.
2)    Program tersebut harus diarahkan pada upaya menjadikan organisasi lebih adaptable terhadap lingkungan yang ada sekarang maupun yang akan datang.
3)    Progrom tersebut harus menggunakan metode yang di desain untuk mengubah pengatahuan, keahlian, sikap, proses, prilaku, desain jabatan dan desain organisasi.
4)    Program pengembangan harus didasarkan pada asumsi bahwa efektivitas organisasi dan kinerja individu dapat ditingkatkan sejauh program tersebut menfasilitasi pengintegrasian secara optimal baik dari tujuan individu maupun tujuan organisasi.
Perubahan dan pengembangan organisasi perlu digunakan pendekatan tertentu berkaitan dengan hal itu H. J. Leavitt dalam karianya yang berjudul Applied Organizational Change in Industry pada tahun (1964) menyebutkan ada 3 macam pendekatan yaitu:
1)    Structural Approach, yakni perubahan dan pengemembangan lewat penetappan pedoman formal, prosedur dan kebijakan yang baru seperti bagan organisasi, metode anggaran aturan dan regulasi.
2)    Technological Approach, yakni pendekatan yang menfokuskan pada penyusunan kembali aliran kerja misalnya lewat letak fisik, metode kerja deskripsi tugas dan standar kerja.
3)    Human Approach, yakni pendekatan yang lebih menekankan pada perubahan sikap, motivasi, perilaku, keahlian yang bisa dicapi lewat perbaikan teknik program pelatihan, prosedur pemilihan karyawan dan teknik penilain kinerja.
Walaupun ketiga pendekatan tersebut berbeda akan tetapi dalam penggunaannya bisa dipakai secara bersamaan untuk meghasilkan perubahan yang makkskimal. Perubahan dan pengembangan organisasi perlu mendapatkan perhatian yang serius dan dukungan dari segenap pegawai mulai dari pimpinan sampai dengan karyawan yang paling bawah, hal ini dimaksudakan agar proses perubahan tersebut dapat berjalan lancer dan berhasil serta memuaskan semua pihak.
Didalam organisasi ada tahap-tahap perubahan yang perlu diperhatikan oleh setiap pimpinan organisasi tahap-tahap tersebut merupakan tahapan yang dilakuakan secara terencana atau terorganisir. Diantara tokoh-tokoh yang terlibat didalamnya adalah J.L Gibson, J.M. Invancevich, J.H. Donnelly dalam (Organizations, Structure, process, and behavior) yang diterbitkan pada tahun (1973) sebagi berikut:
1)    Pimpinan organisasi perlu memahami adanya kekuatan perubahan yang datangnya dari dalam maupun dari luar.
2)    Pimpinan organisasi menetapkan beberapa macam masalah yang harus di pecahkan.
3)    Pimpinan organisasi mendiagnosis magnitud masalah, kemudian memilih pendekatan yang akan dipakai dan menetapakan tujuan perubahaannya.
4)    Pimpinan organisasi mengidentifikasi hambatan-hambatan dibidang; sumber-sumber, struktur, teknologi dan waktu.
5)    Pimpinan mengidentifikasi pilihan pendekatan dan teknik perubahan yang akan dipakai.
6)    Pimpinan memilih satu alternatif.
7)    Melaksanakan alternatif dengan memperhatikan waktu, lokasi dan kedalaman.
8)    Mengevaluasi pelaksanaan alternative dengan memadukan antara tujuan yang hendak dicapai dengan realitas asil akhir. Hal ini dapat dipakai untuk melihat kembali proses implementasi alternatif dengan tujuan dapat memberikan masukan baru dalam proses keberlangsungan organisasi, dan dapat mencermati tekanan atau kekuatan baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar yang dapat mempengaruhi jalanya proses perubahan organisasi berikutnya.
Perubahan dan perkembangan didalam organisasi bukanlah suatu kegiatan yang dapat berlangsung hanya satu kali untuk dapat mengatasi semua masalah yang timbul/terjadi akan tetapi dilakukan secara bertahap (berkesinambungan), perubahan didalam organisasi laksana seperti air mengalir yang tiada hentinya yang memiliki dinamika tersendiri, begitu juga dengan perubahan yang ada didalam organisasi harus terus berupaya secara terus menerus untuk dapat menyusaikan diri dengan lingkungan yang setiap waktu, tahun, masa ataupun zaman akan terus mengalami perubahan sesuai dengan pola fikir manusia, dan perkembangan teknologi sehingga perkembangan organisasi tidak akan pernah terlepas dari teori dan perilaku manusia yang terlibat didalam maupun diluar organisasi.
Sumber Refrensi
Henry, N. 1989. Public Administration and public affairs. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc
Ivancevich, J.M et al 1997. Organizational Behavior And Performance. Santa Monica, Calif. Goodyear Publishing Company, Inc
Islamy Irfan, 2003. Dasar-Dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik. diterbitkan University of Brawijaya Malang
Negro F.A dan Negro, L.G, 1980. Modern Piblik Administration. New York Herper and Row, Publishers.


0 komentar:

Posting Komentar