DASAR-DASAR ILMU ADMINISTRASI NEGARA
M.
Nasuhi
Pedoman Mata Kuliah Ilmu Admininstrasi
Uheyfree@gmail.com
Difinisi Ilmu Administrasi Publik
J.E.
Walters dalam “ Basic
Administration” (1959) mengatakan bahwa: “We are living in the vast
administrative age of science engineering, industry govermenat, end democracy”
Ilmu adaministrasi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini,
hal ini disebabkan karena semankin tingginya tingkat kesadaran manusia bahwa
setiap kegiatan usaha bersama untuk mencapai tujuan baik di bidang pemerintah,
bisnis, rumah sakit, militer, universitas, maupun kegiatan masyarakat dll.
Semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia tidak terlepas dari peroses
administrasi, dan sangat membutuhkan “administrasi” untuk merealisasikan
tujuan-tujuannya, bahkan ada adigium yang perlu dipeganag tegus yaitu: seberapa
baguskah lembaga/organisasi melakukan kegiatan-kegiatanya untuk memproduksi
barang dan jasa yang pada dasarnya ditentukan oleh seberapa bagus ia
diadministrasikan, atau sering dikatakan melalui bahasa: The quality of administration in the face of increasing complelexities,
growth, difficulties, end problems determines greatly their success”
Lalu apakah administrasi itu
sebenarnya?
Banyak sekali pendapat para pakar
kajian ilmu administrasi Negara/Publik daiantaranya adalah:
1.
J.M. Pfiffner (1954) yang mengatakan
“Administration may be defined as the organization end derection of human end
material resources to achieve desired ends” administrasi dapat diartikan
sebagai pengoorganisasian dan pengarahaan sumber-sumber manusia dan metreal
untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Bagian dari Administrasi tersebut
antra lain “Planning, Organizing, Staffing, Directing,Coordinating, Reporting, Budgeting”.
yang pertama kali dicetuskan oleh seorang ilmuan admisnistasi bernama Gullick
dan Urwick(1937) yang sangat terkenal
dengan akronimnya yang disingkat dengan POSDCRB
pengertiannya sebagai berikut:
1) P-Planning:
Perencanaan, yaitu kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan
garis-garis besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode
untuk melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2) O-Organisizing:
Pengorganisasian,
Yaitu aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penyusunan struktur yang
dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
3) S-Staffing :
Penyediaan staf, Yaitu pengarahan dan latihan
sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja
yang menyenangkan.
4) Directing :
Pengarahan, Yaitu
pembuatan keputusan-keputusan dan menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat khusus
dan umum.
5) CO-Coordinating :
Pengkoordinasian, Berupa kegiatan-kegiatan untuk mempertalikan berbagai
bagian-bagian pekerjaan dalam sesuatu organisasi.
6) R-Reporting :
Pelaporan, Yaitu hal
yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang
bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja.
7) B-Budgeting:
Penganggaran.
Adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui perencanaan
fiskal dan akutansi.
2.
H.A. Simon Tahun (1958) yang menyatakan bahwa
administrasi adalah administration as the activates of group cooperating to
accomplish common goals” (administrasi adalah merupakan akivitas kelompok yang
berkerjasama untuk mencapai tujuan bersama).
3.
W.H. Newman Tahun (1963) menyatakan bahwa administration has
be been as the guidance, leadership end control of the effort of a group of
individuals toward some common goal Administrasi diartikan sebagai pengarahan,
kepemimpinan dan pengendalian usaha sekelompok individu (perorangan) dalam
rangka mencapai tujuan bersama).
Pengertian administrasi
secara ilmiah (keilmuan)
hal ini didasarkan pada kajian ilmiah yang telah dilakukan melalui riset
(penelitian) oleh para ilmuan khusus yang bidang ilmu administrasi Negara
bahwa: Kata administration didalam bahasa inggris bahwa Administration berasal
dari kata Ad+ministrate yang berasal dari bahasa lathin yang memiliki arti “to serve” memberikan jasa, pelayanan,
bantuan, melayani atau mengabdi. Karektersitik utama dari administrasi itu sendiri
adalah memberikan pelayanan dan pengabdian yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat yang harus dilakukan oleh para administration (pemerintah kepada
yang diperintah), baik itu pemerintah yang paling tertinggi di dalam Negara
seperti (President, Gubnur, Wali kota, Bupati/eksekutif DPRI dan
DPRD/legislatif sampai ketingkat pemerintah yang paling bawah yakni RT/RW)
mereka memiliki tugas dan bertanggung jawab untuk memberikan tugas sesuai
dengan kewenangan masing-masing yang dilakukan secara adil dan kebijak kepada
masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
Dari
kata latin administrare yang kemudian dialihkatakan menjadi ke dalam bahasa
inggris yakni To Administer yang di artikan sama dengan To Manage, sehingga
Administration memiliki arti yang sama dengan management yaitu: Mengelola,
Memimpin, Mengarahkan semua kegiatan manusia dalam rangka mencapai tujuan
bersama. tetapi ada juga yang membedakan arti Administration dan Management
seperti Dalton Mc. Farland tahun (1969) seorang ilmuan yang mengatakan bahwa:
Administrasi berperan menetapkan tujuan-tujuan pokok, kebijakan-kebijaka,
sedangkan management berperan melaksanakan tujuan dan kebijakan tersebut sampai
berhasil/secara berhasil.
Sedangkan Dimock, Domok dan Koeing dalam Publik Administration” mengertikan
Administrasi publik sebagai “The activity of the state in the exercise of its
political power” Kemudian J.M Pffifner dan R. Presthus yang terdapat didalam
bukunya mengatakan “ Public Administration Is a Process Concerned With Carrying
Out Public Policies” kedua difinisis tersebut jelas sekali menunjukan aktivitas
administrasi publik, yaitu pelaksanaan kekuasaan politik atau kebijakan publik.
Kedua difinisi tersebut jelas sekali menunjukan peran khusus adminisrasi publik
yaitu sebagai Pelaksanaan Kebijakan Politik, sedang siapa yang merumuskannya
bukan menjadi peran administrasi publik. Difinisi administrasi publik seperti
tersebut banyak dipengaruhi oleh Pradigma administrasi publik yang
mendiktomikan politik dengan administrasi publik. Yaitu suatu aliran pemekiran
teoritik yang memisahkan peran politik di satu pihak yaitu mereumuskan
kebijakan publik, dan dipihak yang lain administrasi publik berperan hanya
sekedar sebagai pelaksana kebijakan publik tersebut.
Pradigma
yang memisahkan politik dengan administrasi publik telah lama ditinggalakan dan
sebagai gantinya telah lahir pradigma baru yang mengkontiuumkan (menarik
hubungan yang erat timbale balik) antara politik administrasi publik, dan
pradigma baru inilah yang sekarang banyak memberikan pengaruh kepada berbagai
tioritik administrasi publik. Difinisi yang dikemukan oleh Negro dan Negro
berbeda sekali dengan difinisi yang dikemukakan oleh Dimock, Domok dan Koeing kalu menurut Negro, Negro tahun 1980 bahwa Publik Administration adalah
1)
Is
cooperative group effort in a public setting.
2)
Covers
all three branches-executive, legislative, end judicial-end their
interrelationships
3)
Has
in infortant role in the formulation of public policy end is thus a fart of the
political process.
4)
Is
defderent in significant ways from private administration.
5)
Is
closely associated with numerous private groups end individuals in providing
service to the community.
Dari difinisi tersebut terutama pada
urutan ke tiga (3) jelas sekali menunjukan peran atau keterlibatan administrasi
publik dalam proses politik, yaitu peran untuk merumusakan kebijakan publik.
Inilah difinisi administrasi publik yang kontemporer yang sesuai dengan
Pradigma continuum politik-administrasi publik, dan masih banyak lagi yang sama
atau mirip yang dikemukan oleh para pakar ilmu administrasi yang lain.
H.
Simon di tahun (1957)
merajuk administrasi itu sebagai sebagai The art getting things done. Sedangkan
C. Hodgkinson (1957) menyatakan bahwa secara umum yang dimaksud dengan
admistrasi itu adalah aspects dealing more with formulation of purpose, the
value-ladden issues, end the human component of organization; sedangkan yang
dimaksud dengan manajemen itu adalah; aspects which are more rontine,
devinitive, programmatic, end susceptible to quantitative methods. Hogdkinson
selanjutnya membedakan ‘administrasi dan manajemen sebagai berikut:
Administration
|
|
Management
|
Art
|
|
Science
|
Policy
|
|
Execution
|
Values
|
|
Facts
|
Upper
|
|
Lower
|
Echolons
|
|
Echelons
|
Strategy
|
|
Quantitative
|
Human
|
|
Material
|
Reflective
|
|
Active
|
Generalism
|
|
Specialism
|
J.J.
Corson dan J.P. Harris
(1963) memuat difinisi administrasi
sebagai berikut:
“Public
administration is decision making, plening the work to be done, formulating
objectives end goals, working with the legislature end citizen organization to
gain public support end funds for government programs, establishing end
revising organization, derecting end supervising employees, providing
leadership, communicating end recerving communications determinimg work methods
and procedures, appraising porformence, exercising controls, end other
functions performed by government executives and supervisors”
Public administration adalah merupakan
bentuk aksi dari pemerintah, atau merupakan alat/sarana untuk mewujudkan tujuan
pemerintah.
Menurut S.K. Bailey (dalam N. Henry,
p.20) administrasi publik seyogyanya mengembangkan 4 (empat) macam teori diantaranya
yaitu:
1)
Teori
Deskriftif: teori yang bertujuan untuk mendiskripsikan struktur hierarkis dan
hubungan-hubungannya dengan lingkungan berbagai tugas-tugasnya.
2)
Teori
Normatif: teori yang menjelaskan mengenai tujuan nilai yang segoyanya dicapai;
artinya apa yang seharusnya yang harus di lakukan oleh praktisi administrasi
publik misalnya dalam menetapkan alternative dalam membuat keputusan, dan apa
yang harus dilakukan oleh para ilmuan administrasi publik dalam mempelajari
atau mengkaji adminitrasi publik serta sarana yang harus ia berikan kepada
praktisi dalam membuat kebijakan publik.
3)
Teori
Asumtif: teori yang mampu membrikan pemmahaman yang benar dan ketat atas siapa
yang seharusnya yang dimaksudkan dengan person administrative itu? Apakah
birokrasi publik yang berpelikau sebagai malaikat ataukah setan?
4)
Teori
Astrumental: teori yang mampu senantiasa terus-menerus melakukan penyampurnaan
atas teknik manajerial yang bertujuan untuk meningkatkan tujuan publik secara
efektif dan efisien.
Dengan ke-empat teori tersebut N. Henry menjelaskan adanya 3 (tiga)
pilar administrasi publik, yaitu:
1)
Perilaku
organisasi dan perilaku orang-orang yang terdapat dalam organisasi;
2)
Teknologi
manajemen dan istitusi-institusi implementasi kebijakan; dan
3)
Kepentingan
publik yang terkait dengan pilihan etis setiap individu dan masalah-masalah
publik.
Pemahaman kata tentang makna
admnistrasi publik akan semakin lengkap kalu kita bisa memahami beberpa
karakteristik dari administrasi publik berikut ini:
1. Karakteristik
Administrasi Publik
Administrasi publik mempunyai perbedan
dan persamaan dengan administrasi niaga/bisnis/swasta. Administrasi”
sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka yaitu “proses kerjasama sekelompok
manusia untuk mencapai tujuan bersama” itu selalu ada baik pada setting/organisasi
publik maupun swasta, yang membedakanya adalah tujuannya, problemnya,
lingkungannya, dasar filosofinya dsb. Sebagaimana yang terdapat pada difininisi
administrasi publik meneurut Negro dan Negro bagian ke-empat yang menyatakan Is defderent in significant ways from
private administration.
Selain itu pada perkembangan kajian
administrasi yang lebih kontrerporer, bahwa adminiistrsi publik memiliki kaitan
yang erat dengan administrasi bisnis/niaga. Hal ini dapat dilihat dari
pandangan David Osborne dan Ted Gaebler dalam karyanya yakni “Reinvetating
Government” yang mencoba mengkaitkan
prinsip-prinsip atau dokterin-dokterin “entrepreneurial government” walaupun
pada prinsipnya doktrin tersebut mendapatkan kontra dan pro, yang pro
mengharapkan adanya “join paradigms” anatara adminitrasi publik dan
administrasi niaga administrasi niaga lebih banyak yang kontra, hal ini
disebabkan oleh arus globanisasi yang melanda dunia yang telah menyebabkan
“membaurnya” aktivitas-akitivitas yang dilakukan baik oleh administrasi publik
maupun administrasi bisnis, dan ini merupakan tantangan baru dalam paradigm
ilmu administrasi.
Untuk mengatahui bagimana sebenarnya
karaterisitik admiministrasi publik dan administrasi bisnis tersebut, berikut
ini adalah pandangan klasik yang membedakannya diantaranya adalah:
1)
Administrasi
publik bertujuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat (service making), sedangkan Administrasi niaga bertujuan untuk
mencari keuntungan yang sebesarnya-besarnya (profit making).
2)
Pelayanan
yang diberikan oleh Administrasi publik bersipat lebih Urgen bila dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan
Administrasi niaga.
3)
Pelayanan
yang diberikan oleh administrasi publik bersifat monopoli atau semi monopoli (No competition), sedangkan administrasi
niaga kegiatanya lebih bersifat persaingan bebas (Free competition).
4)
Dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat administrasi publik lebih banyak
didasarkan pada undang-undang atau peraturan yang berlaku (legalistic approach) sedangkan pada adminitrasi niaga kegiatannya
lebih banyak ditentukan secara bebas oleh kegiatan/keputusan pimpinnya yang
bermotif mencari keuntungan (Profit
motive).
5)
Dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat administrasi publik kegiatanya tidak
dikendalikan oleh harga pasar. Sedangkan administrasi niaga kegiatannya sangat
dipengaruhi oleh kondisi pasar (supply
and demand principle).
6)
Administrasi
publik dalam kegiatanya selalu ditujukan bagi kepentingan kesejahtraan rakyat
banyak (social welfare). Sedangkan
administrasi niaga kegiatannya lebih mengarah kepada pemenuhaan kepentingan
ekonomi (economic welfare) individu atau kelompok tertentu.
7)
Pelaksanaan
dan hasil pelayanan yang dilakukan adaministrasi publik tergantung kepada
penilaian oleh rakyat banyak dan meminta pertanggungjawaban publik (public accountability) sedangkan
administrasi niaga kegiatanya tidak tergantung pada penilaian publik sehingga
pelaksanaanya tidak harus bertanggung jawab pada publik.
Setiap orang dalam menjalankan
kehidupanya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh administrasi, atau tidak dapat
menghndarkan diri dari kegiatan administrasi publk, karena:
1)
Administrasi
publik dapat memaksa setiap orang untuk mematuhi peraturan atau
perundang-undangan yang berlaku.
2)
Kegiatan
yang dialakukan oleh adminitrasi publik sering kali merupakan kegiatan yang
harus diproritaskan.
3)
Bidang
cakupan dan luasannya kegiatan administrasi publik mempunyai ukuran yang tidak
terbatas
4)
Pimpinan
puncak administrasi publik bersifat politis (pejabat-pejabat politik) yang
dipilih berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
5)
Pelaksanaan
kegiatan oleh administrasi publik seringkali sangat sulit diukur tingkat
keberhasilanya dan efisieninya.
6)
Masyarakat
senantiasa mengharapkan agar administrasi publik dapat memenuhi segala macam
kebutuhan mereka.
Sebagaimana telah di singgung didepan
bahwa karakteristik administrasi tersebut sebagaian sudah tidak relevan lagi
karena adanya perkembangan situasi dan kondisi global (ekologi administrasi
publik) yang berpengaruh besar terhadap profil profermance administrasi publik.
Seperti timbulnya kesadaran baru yang ingin membentuk profil dan profermance
administrasi publik yang lebih bernuansa ekonomis (tercapinya tujuan
administrasi publik secara lebih ekonomis, efiktif, efisien) dan lebih
demokratis (adiminstrasi publik yang lebih responsive, refresintatif, dan
mempunyai resposibilitas/accontabilittiy publik, semuanya ini membuat
pendekatan administrasi publik yang lebih komprenhensif (polipradigmatik).
Pandangan tersebut diatas akan semakin
kokoh ketika kita harus msmbedah perkembangan teori administrasi publik lewat
pendekatan yang lebih bersifat polipradigmatik sebagaimana yang akan diuraikan
berikut ini:
2. Pradigma
Administrasi Publik.
Perkembangan suawatu disiplin ilmu
dapat dicermati dari perkembangan pradigmanya. Pradigma sendiri di artikan
sebagai “mainstream” atau dapat di artikan sebagai alur pemikiran/pandangan
yang mendasar dari suatu ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang
semestinya/seharusnya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengatahuan. Pran atau
tugas pradigma adalah, mengolongkan, merumuskan, merencanakan, mengembangkan,
dan menghubungkan exlemplar (hasil temuan ilmu pengatahuan yang telah diterima
secara umum berdasarkan hasil risiet yang dilakukan oleh para ilmuan
administrasi itu sendiri dan didasari oleh kondisi/penomena yang di
latarbelakangi oleh perkembangan pola fikir manusia berdasarkan perkembangan
zaman dan perubahan global), perubahan/pradigma yang terjadi di bidang ilmu
pengatahuan didasarkan oleh teori-teori, metode-metode dan seluruh pengamatan
yang terdapat di dalam metode tersebut semua peubahan itu ditemukan melalui
pengamatan, tela’ah berdasarkan fenomena melalui riset yang mendalam yang
dilakukan oleh para pakar Ilmu Adminstrasi.
Perubahan yang terjadi khusunya di
bidang ilmu administrasi para pakar kajian ilmu administrasi sering menyebutnya
sebagai “pradigma is a fundamental imege
of the subject matter within a science” sebagaimana yang dikatakan oleh Thomas Khun (1962) seorang pakar pradigma
administrasi mencatet dalam bukunya yang terkenal The Structure of Scientific
Revolition, menyatakan bahwa “ perkembangan ilmu pengatahuan tidak akan terjadi
kumulatatif (sedirinya) tetapi terjadi melalui Revolusi” artinya ilmu itu
berubaha melalui perubahaan kondisi secara ilmiah melalui penelitian/risset.
Kemudian Thomas Khun menyusun/merumuskan sebuah model perkembangan ilmu
pengatahuan sebagai berikut:
Pradigma I. Normal
Science-Anomali-Crisis-Revolution. Pradigma
II. Model pradigma ilmu pengatahuan Khun ini menjelaskan kepada kita bahwa
pradigma ilmu yang kaitan awalnya telah banyak diteriam oleh para akademisi
dizamanya, akan tetapi dengan kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi dari masa
kemasa sehingga setiap pradigma tersebut akan mengalami
goncangan-krisis-revolusi dan sterusnya sehaingga akan terjadi dan
menghasilkan pradigma ilmu yang baru hal
ini akan terjadi secara terus menerus sepanjang zaman kehidupan manusia dimuka
bumi ini karena setiap tulisan/karya yang dihasilkan oleh manusia melalui riset
tidak akan perah mencapai kesampurnaan aka nada orang yang akan melakukan
evaluasi terhadap pendapat setiap ilmuan melalui evaluai maka akan terlahir
teori-teori yang baru yang disesuaikan dengan kondisi kehidupan manusia dizaman
tersebut inilah yang terjadi disetiap ilmu sosial deemikaian pula dengan ilmu
administrasi publik.
Banyak
sekali pakar administrasi publik yang telah menjelaskan pradigma administrasi
publik yang sudah barang tentu menjelaskan pandangan-pandangan, pandangan tersebut
ada yang sama dan ada juga yang berbeda, salah satunya adalah pandangan dari D.H. Rosenbloom (1989) dalam public
administration: mengasumsikan bahwa: Understanding management, politics and law
in the publik sector mengemukakan adanya 3 (tiga) pradigma utama dalam
adaministrasi publik diantaranya adalah:
1)
Pradigma
manajerial, dimana pradigma ini melihat bahwa pran dari adminitrasi publik
sebagai “executive” dimana tugas utamanya adalah melaksanakan segala peraturan
perundangan secara patuh dan sungguh-sungguh.
2)
Pradigma
politik, pradigma ini lebih memandang bahwa administrasi publik sebagai lembaga
yang mempunyai kapasitas dalam menetapkan kebijakan publik.
3)
Pradigma
Legil (hukum), yakni pradigma yang memfokuskan pran dariadministrasi publik
dalam tugas pradilan atau menegakan hukum.
Pada perkembangan berikutnya banyak
pakar dari administrasi publik yang mengemembangkan ketiga pradigma dari
Resenbloom tersebut kedalam berbagai jenis pradigma, misalkan pradigma didalam
ilmu matamatik, prilaku, pilihan publik dan pilihan publik lainya.
Sedangkan pandangan dari Nicholas
Henry mengenai pradigma administrasi publik yang diungkapkan didalam bukunya
Public Administration end public affair (1989) menurut Henry dengan mengutip
pandangan dari R.T. Golembisewski, mengatakan bahwa “Administrasi publik akan
dikaji dengan baik bila administrasi publik itu dapat diketahui ciri-ciri baik
“Locus” maupun “Focusnya”. Locusnya mempertanyakan tentang dimana letak
institusionalnya dari administrasi publik. Misalnya apakah di biro pemerintahaan
atau di tempat lain. Sedangkan
“Focusnya” mempertanyakan tentang apa isi/spisialisasi administrasi publik
tersebut, misalkan apakah mengadung prinsip-prinsip administrasi atau telah
berubah. Berdasarkan kedua variable tersebut maka Nicholas Henry mencoba
menjelaskan/memaparkan tentang pradigma administrasi publik;
Pradigma
I: Dikotomi politik- administrasi (1900-1926)
Pada
tahun 1900 Frank J. Goodnow sebagai pengikut/penkaji dari pendapatnya Wilsonia
yang menulis sebuah buku dengan judaul “Politics
end Administration” yang mengatakan bahwa ada “Dua fungsi pemerintah yang berbeda” yakni 1) fungsi Politik, dan 2)
fungsi Administrasi;
1)
Fungsi
politik ada kaitan dengan fungsi perumusan kebijakan-kebijakan dan
pengekspresian kehendak/keinginan Negara.
2)
Fungsi
administrasi ada kaitanya dengan pelaksanaan kebijakan dan kehendak Negara.
Pemeisahan keduanya (kekuasaan)
merupakan basisi utama pembeda keduanya dimana badan legislatif di bantu dengan
badan yudikatif yang mampu menterjemahkan kehendak Negara yang bertugas
merumuskan kebijakan-kebijakan. Sementara badan eksekutif bertugas untuk
melaksanakan tersebut secara inparsial dan apolitis.
Pradigma ke-I ini meletakan lokus administrasi publik pada birokrasi
pemerintahan. Sementara badan legislatif dan yudikatif memiliki tanggungjawab
dan fungsi utama pada penetapan keinginan Negara. Badan legislative dan
yudikatif memiliki/mempunyai kedudukan yang lebih tinggi (formulasi kebijakan)
dari administrasi publik (pelaksana kebijakan). Berdasakan perbedaan kedudukan
inilah yang pada akhirnya menurut para pakar kajian ilmu administrasi Negara
maka di kenal dengan istilah dikotomi antara “Politik” yang berperan untuk
merumuskan kebijakan. Sedangkan
“Administrasi” memiliki fungsi/berperan untuk melaksanakan kebijakan.
Pradigma ke-I ini lebih banyak
menekankan pada aspek lokus
administrasi Negara sementara focusnya masih belum begitu mapan dan transparan. Contoh ada beberpa
Universitas di Amirika ketika itu pada sektor Ilmu Administrasi Negara
diajarkan mata kuliah tentang: Teori-teori Organisasi Administrasi keuangan,
Administrasi Personalia dsb. Sedangkan pada bagian ilmu politik diajarkan
materi-materi yang berkaitan dengan pemerintahan Amirika, perilaku Pembuatan
Undang-undang, politik local, Proses Ligislatif, Ilmu perbandingan Politik,
Hubungan International, sehingga dapat di bedakan dimakah posisi sebagai ilmu
yang mandiri sama sekali masih belum keliatan/jelas.
Pradigma
Ke-II Prinsip-Prinsip Administrasi (1927-1937)
Pradigma ini lebih menekankan pada
“Focus” administrasi publik daripada “Lokusnya”
hal ini didasarkan pada pengkajian seoranga ilmuan yang bernama W.F.
Willoughby yang menyatakan adanya prinsip-prinsip adminitrasi dalam setiap
jenis organisasi, pernyatan ini diungkapkan melalui tulisan yang berjudul Principles of Publik Administration
selanjutnya Willoughby membandingkan aspek Locusnya dapat dikatakan besifat
ubikitos (ada dimana-mana) sebeb dalam pradigma yang Ke-II ini sekali Perinsip
tetap menjadi Perinsip, dan sekali Administrasi tetap menjadi Adimnistrasi,
karena kenyataanya prinsip-prinsip administrrai terdapat baik pada organisasi
bisnis maupun pemerintah dan sebaginya dengan tampa membandang dari aspek
budaya, lingkungan, ataupun jenis organisasinya dan oleh kernanya dapat
diterpakan dengan berhasil dimana-mana, artinya baik administrasi dan
organisasi sama membahas tentang kerjasama untuk mencapai tujuna yang sudah di
sepakati.
Pradigma yang Ke- ini dapat dikatakan
administrasi publik dengan aras menajemen, karena focusnya adalah berkaitan
dengan perinsip-perinsip manajemen. Hal ini dapat dilihat dari pandangan L.H.
Fullick dan L. Unwick yang terdapat dalam report papernya pada komisi Presiden
Amirika Tentang Ilmu Administrasi tahun 1937 yang berjudul Papres on Science of
Administrasi yang mengemukakan adanya 7 prinsip administrasi yang juga idintik
dengan prinsip manajemen yang dikenal dengan akronim POSDCORB dan disingkat menjadi 1) Planning, 2) Organizing, 3)
Staffing, 4) Directing, 5) Coordinating, 6) Reporting, dan 7) Budgeting.
1) P-Planning:
Perencanaan, yaitu kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan
garis-garis besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode
untuk melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2) O-Organisizing:
Pengorganisasian,
Yaitu aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penyusunan struktur yang
dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
3) S-Staffing :
Penyediaan staf, Yaitu pengarahan dan latihan
sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja
yang menyenangkan.
4) Directing :
Pengarahan, Yaitu
pembuatan keputusan-keputusan dan menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat
khusus dan umum.
5) CO-Coordinating : Pengkoordinasian,
Berupa kegiatan-kegiatan untuk mempertalikan berbagai bagian-bagian pekerjaan
dalam sesuatu organisasi.
6) R-Reporting :
Pelaporan, Yaitu hal
yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan
dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja.
7) B-Budgeting:
Penganggaran.
Adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui perencanaan
fiskal dan akutansi.
Menurut
pandangan dari (Willoughby, Merriam dan Litchfield) bahwa administrasi Negara
yang berkembang saat Pradigma yang Ke-II ini telah mampu berdiri sebagai ilmu
yang mandiri karena telah memiliki prinsip-prinsip yang universal (ilmiah
berdasarkan kajian dan riset). Akan tetapa setiap teori pastia ada sanding dan
bandingnya ataupun ada teori yang baru yang muncul menurut kondisi/penomena
yang menyebabkan teori lahir dari kajian, pada tahun (1938-1947) pendapat dari
(Willoughby, Merriam dan Litchfield) yang mencoba menepik
pandangan/pendapat/teori baik pada pradigma ke-I atau ke-II asumsi-asumsi
paradigmatic tentang dikotomi Politik-Administrasi banyak ditolak. Para pakar
yang menolak seperti Herbert Simon dan
Robert Dahl menolak paham bahwa Administrasi memiliki/mempunyai
prinsip-prinsip yang bersifat universal, hampa nilai, impersial dan apolitis, “A theory of public administration is a
theory of publik aiso” (sulit kiranya memisahkan Administrasi dengan
Politik). Hal ini menurut Simon sendiri didalam proses perumusan kebijakan
publik pasti akan Nampak akan adanya hubungan secara konseptual yang logis
antara Administrasi Publik dengan ilmu Politik. Sedangkan Dwight Waldo didalam
bukunya yang terkenal yang berjudul The Administrative State: A Study Of The
Political Theorey of Amirican Public Administration, juga tidak sependapat
dengan asumsi yang menyatakan bahwa perinsip-perinsip administrasi itu tidak
berubah (berarti tidak universal) dan
nilai-nilai ekonomis dan efisiensi yang mendominasi alur pemikiran hal ini
dinilai terlalu sempit, kelemahan-kelemahan yang ada pada pradigma I dan Ke-II
telah merangsang timbulnya pradigma ke-III.
Pradigma
Ke-III: Administrasi Sebagai Ilmu Politik
Kritik yang terjadi terhadap Pradigma Ke-I dan Ke-II
telah memaksa administrasi publik kembali pada induk disiplinnya yaitu ilmu
politik dengan locusnya pada birokrasi pemerintahan tetapi focusnya kurang
begitu jelas karena berbaur dengan ilmu politik.
Pada priode Pradigma yang Ke-III merupakan sebuah upaya
yang dilakukan untuk merajut/menghubungkan kembali secara konsepsional antara
administrasi publik dengan ilmu politik. Tetapi sayangnya pengertian
adminitrasi publik telah kehilangan identitasnya yang utama karena ruang
lingkupnya, tekanan dan pengertianya identik dengan ilmu politik. Tetapi
kemudian mulai tahun 1963-1967 para ahli ilmu politik kurang tertarik minatnya
pada administrasi publik sehingga ilmu administrasi publik mulai kehilangan
lagi hubunganya dengan ilmu politik, karena teralinasikan dari induk disiplin
ilmu politik maka administrasi publik merasa menjadi warga Negara kelas dua. Akan tetapi hal itu tidaklah
menjadikan Public administration tidak ada perkembangannya seiring dengan
perkembangan waktu maka pada priode Tahun 1956-1970 menemukan jati dirinya lagi
sebagai disiplin ilmu administrasi sehingga lahirlah pradigma yang Ke-IV.
Pradigma
Ke-IV: Administrasi Publik sebagai Ilmu Administrasi (1956-1970)
Pradigma
ini muncul karena disebabkan karena merasa telah diperlakukan sebagai warga
Negara kelas dua dalam ilmu politik maka para serjana ilmu administrasi publik
mulai mencari alternatif yang lain yaitu ilmu administrasi, akan tetapi
sayangnya baik dalam ilmu politik maupun ilmu administrasi. Administrasi publik
telah kehilangan identitas dan spesifikasinya. Ilmu administrasi merupakan
studi gabungan antara teori organisasi dan ilmu manajemen, dimana teori ilmu
organisasi dengan memperoleh bantuan dari ilmu jiwa sosial, administrasi niaga,
sedangkan ilmu administrasi publik dan sosiologi mempelajari dan berusaha untuk
memahami tingkah laku organisasi, sedangkan ilmu manajemen mempercayakan
bantuannya pada statiktik, computer, analisis sistem ekonomi dan sebagainya.
Sebagaimana
pada paradigma yang ke-II, administrasi lebih banyak mengetengahkan focus-nya
daripada locusnya dan administrasi tetap administrasi dimanapun berada,
demikian pula perinsip-perinsip administrasi tersebut, kemudian berbagai usaha
dilakukan untuk menemukan alternative bagi pradigma administrasi publik, adanya
pengaruh yang besar dari administrasi bisnis telah mempercepat usaha pencarian
alternatif ini, terbitnya Jurnal Administrasi Science Quarterly pada tahun 1956
telah menjadi ajeng bagi pengenalan konsep-konsep pradigma ke-IV. Para ahli
administrasi administrasi publik seperti Keith M.Henderson pada pertengahan
tahun 1960-an menyatakan bahwa teori organisasi seharusnya telah menjadi focus
pradigma administrasi publik.
Pada
tahun 1960-an telah berkembang dengan pesat perihal “organization development”
sebagai suatu speliasasi baru dalam ilmu administrasi yang menarik perhatian
yang besar dari kalangan serjana administrasi publik, hal ini menarik karena
pengembangan organisasi sebagi spesialisasi baru berbasis pada ilmu jiwa sosial
dan memuat nilai-nilai demokratisasi birokrasi baik pada organisasi publik
maupun bisnis/swasta, sekaligus hal ini dipandang oleh para ahli ilmu
adminiistrasi publik uda sebagai bidang penelitian yang menjanjikan dalam
kerangka ilmu administrasi. Unversitas Yele di AS. Dicatet sebagai salah satu
institusi mampu mengembangkan konsep-konsep “pengembangan organisasi” dalam administrasi
publik, yang menyebabkan munculnya masalah baru yaitu tentang garis yang
memisahkan antara administrasi publik dan administrasi bisnis, disamping itu
pengertian “publik” dalam “public administration” yang menimbulkan perdebatan
yang ramai dikalangan para ilmuan.
Dengan
adanya masalah-masalah tersebut diatas, maka pradigma Ke-IV masih belum dapat
diselesaikan/dipecahkan terutama masalah locus administrasi publik, sehingga
administrasi publik perlu mencatet pradigma baru yang dapat menemukan baik
lucus maupun focusnya, sehingga menyebabkan lahirnya pradigma Ke-V dalam ilmu
administrasi publik.
Pradigma
Ke- V administrasi pulbik sebagai administrasi publik (1970)
Pada thun 1947 Herbert A.Simon sebagai seorang serjana
menyuarakan perlunya hubungan konsepsional yang logis antara administrasi
publik dan politik (sebagai reaksi adanya dikotomi politik administrasi),
menyarankan adanya serjana admininistrasi publik yang berorentasi pada
pengembangan ilmu administrasi murni yang berorentasi pada pengembagan
kebijaksanaan publik.
Fokus administrasi publik dalam bentuk “ilmu administrasi
publik yang murni” yang masih harus di diketemukan atau diupayakan. Lebih-lebih
lagi di dorong semkin mantapnya perkembangan teori organisasi (yang pada
pradigmanya sebelumnya telah menjadi fokus administrasi publik) dan adanya
perkembangan baru dalam teknik-teknik terapan pada ilmu manajemen. Perkembangan
tersebut telah semakin mendekatkan hubungan administratif antara organisasi
publik dan bisnis dan hubungan antara teknologi dan sosial. Hal ini memperkuat
perkembangan locus administrasi publik. Tetapi kemudian posisi locus
administrasi publik agak “tergoyahkan” karena di Negara-negara maju telah
berkembang spesialisasi baru yaitu “comparative public administrasi” suatu
kajian perbandingan administrasi publik di Negara-negara sedang berkembang.
Selain itu para serjana administrasi publik juga semakin
banyak terlibat dalam bidang-bidang kajian ilmu kebijakan, ekonomi politik,
proses perumusan kebijakan analisa kebijakan publik evaluasi kebijakan publik..
Hal yang terakhir ini dapat dilihat sebagai gejala yang mempertemukan locus dan fokus administrasi publik. Dan seorang Nocholas Henry dengan tegas
menyatakan bahwa focus administrasi
publik adalah teori organisasi dan ilmu
manajemen dan locusnya adalah kepentingan publik dan masalah-masalah publik.
Perkembangan pradigma administrasi publik di atas
bukanlah satu-satunya yang kita kenali, ada beberapa pendapat lain yang
dikemukakan oleh para pakar lain seperti misalnya J. Davis yang menjelaskan
pradigma/model/pendekatan administrasi publik terbagi ke dalam 4 pendekatan
diantaranya yakni;
1)
Pendekatan
manajerial,
2)
Fsikologi,
3)
Politis,
dan
4)
Sosiologi
Sedangkan C.L Sharma membaginya
menjadi
1)
Pendekatan
Proses administrasi,
2)
Empiris,
3)
Perilaku
Manusia Sosial,
4)
Sistem
Siosial,
5)
Matematik,
dan
6)
Teori
Keputusan.
Sedangkan
G.H Frederickson membagi model administrasi
yaitu;
1)
Model
Birokrasi Klasik,
2)
Neobirokrasi,
3)
Institusi,
4)
Hubungan
Manusia, dan
5)
Pilihan
Publik.
J.C.
Beuchner membagi pendekatan administrasi publik menjadi 4 bagian yaitu;
1)
Pendekatan
Tradisonal,
2)
Behavioral,
3)
Desisional,dan
4)
Ekologis.
Masih
banyak pakar administrasi publik yang lain yang mempunyai pandangan yang sama
ataupun pendapat yang berbeda dengan pandagan diatas, seperti ada yang
memasukan pendekatan kompratif dan pendekatan administrasi pembangunan dalam
pradigma administrasi publik, pradigma administasi publik itu tidak pernah
konklusif untuk menemukan yang baru.
3. Teori
Organisasi
Pada
bagian ini akan diuraikan secara ringkas dan padat, berturut-turut tentang
Teori Birokrasi; Perilaku Organisasi; dan Teori Pengembangan Organisasi.
a. Teori
Birokrasi
Bantuk
organisai yang paling dominan baik untuk organisasi publik ataupun bisnis
dewasa ini adalah Birokrasi. Kata birokrasi sering kali dipergunakan dalam pengertiannya
yang negatif, yaitu penanganan urusan yang birokratis, membulat pita merah (red
tape), alias prosedur yang tidak efisien. Tetapi sebenarnya birokrasi itu
merajuk pada bentuk organisasi yang berciri mengedepankan proses administrasi.
Birokrasi
yang secara etimologi berarti “kekuasaan yang dijalankan oleh biro” merupakan
fenomena umum yang selalu ada baik pada organisai publik maupun organisasi
bisnis dan organisasi lainya. Konsep birokrasi yang kemudian di beri makna
negatif seperti dikatakan diatas sebenarnya sangat lazim diketemukan pada jenis
organisasi apapun bukan hanya pada waktu yang lampau tetapi juga sampai dewasa
ini. Bahkan Negro dan Negro (1980) menyetakan bahwa birokrasi itu “ refres to a specific from of social
organization for administrative purposes”. Secara pasti bahwa proses
organisasi tidak dapat terlepas dari administrasi.
Max
Weber, seorang sosiologi kenamaan dari Jerman Max adalah orang yang pertama
kali mendiskripsikan secara sistematis dan menganalisis secara jitu peran birokrasi
pada masyarakat industry Eropa Barat ketika itu Max Weber percaya bahwa salah
satu karakteristik utama masyarakat industry adalah adanya dorongan yang untuk
merasionalisasikan proses sosial dan ekonomi. Dengan resionalisasi yang
dimaksudkan adalah “The calculated
meshing mens ends so achieve social end economic objectives with the greatest
possible efficiency” (“perpaduan saran dan tujuan yang penuh dengan
perhitungan untuk mencapi tujunan-tujuan yang penuh sosial ekonomi seefisien
mungkin”) oleh kerena itu jenis birokrasi publik/bisnis yang seperti itu ia
namakan sebagai Birokrasi Tipe-Idial atau Rasional. Model ini tidak dimaksudkan
untuk menggambarkan kenyataan organisasi secara sampurna, melainkan sekedar
menggali unsure-unsur kunci penomena organisasi tertentu serta menekankan hanya
pada tujuan analistis. Model birokrasi Weber telah mampu menjadi landasan bagi
kajian teori organisasi kontemporer sehingga ia bisa dianggap sebagai “a founding father of the scientific study of
organization”.
Karakteristik
utama birokrasi tipe-tipe idialnya Weber adalah sebagai berikut:
a) Adanya pembagian tugas perkerjaan
untuk masing-masing pegawai (division of labor) yang telah ditetapkan secara
jelas dan dilaksanakan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki
keahlian khusus (specialized expert) dan bertanggung jawab bagi tercapinya
tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
b) Adanya perinsip hierarki dalam
organisasi (the principle of hierarchi), dimana struktur organisasi yang ada
dibawah berada dalam pengendalian dan pengawasan struktur organisasi yang
diatasnya. Oleh karena itu setiap pegawai bertanggung jawab atas pelaksanaan
keputusan atasanya dan perilakunya sendiri, walpun masing-masing orang berada
pada jenjang organisasi mempunyai otoritas-otoritas tetapi penggunaan otoritas
itu tetap harus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi.
c) Pelaksanaan tugas diatur oleh sistem
peraturan yang terus menerus diberlakukan secara konsisten (sistemof rules) hal
ini dimaksudkan untuk menjamin adanya unuformitas kinerja setiap tugas dan rasa
tanggung jawab masing-masing anggoto organisasi bagi pelaksanaan tugasnya.
d) Pegawai yang ideal adalah pegawai yang
berkerja atas semangat “formalistic
impresionality” atau “sine ira et studio”, yaitu berkerja atas dasar ketidakberpihakan
kepada siapapun. Hubugan pejabat dengan klienya bersifat tidak peribadi agar
perkerjaan dapat terlaksana secara efisien, selain dengan hal itu dimaksudakan
untuk memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang dan persamaan pelayanan
administrasi.
e) Adanya sistem karier (career system)
dalam perkerjaan. Hal ini berarti penerimaan pegawai didasarkan pada hasil
seleksi (kualifikasi professional) dan promosi didasarkan atas senioritas atau
prestasi dan sesuai dengan hasil penilain atasanya. System karier berperan
dalam menumbuhkan kesetian pada organisasi dan semangat kerja sama (esprit de
corps) di antara anggota organisasi.
Kelia hal
tersebut memang sangat idieal dan sangat rasional bagi birokrasi moderen, baik
publik maupun bisnis, Max Weber yankin bahwa birokrasi rasional pasti akan
semakin penting karena birokrasi tipe ini mempunyai ciri-ciri diantaranya:
kecermatan, kontinuitas, displin, ketat, dapat diandalkan dan merupakan bentuk
organisasi yang paling memuaskan dari segi teknis. Walapun demikian tidak
berarti bahwa konsep birokrasi rasional dari Max Weber tersebut tidak punya
kelemahan.
Berikut
ini ada beberpa keritikan terhadap gagasan birokrasi ala Weberian di antaranya:
1)
Birokrasi
rasional cendrung berimplikasi pada pemisahan orang-orang dari sarana-sarana
produksi dan dapat menumbuhkan ‘formalisme’ dalam organisasi.
2)
Sifat
kecermatan, keandalan, kedisiplinan, dalam birokrasi rasional bisa berakibat
menghancurkan dirinya sendiri.
3)
Aturan-aturan
yang ketat yang dimaksudkan sarana dalam mencapai tujuan mungkin bisa menjadi
tujuan itu sendiri, dan padahal aturan itu tidak lebih dari sekedar penuntun
yang tidak sampurna.
4)
Struktur
jabatan/karier yang hierarkhis bisa mendorong timbulnya solidaritas kelompok
yang memgabitkan perlawanan terhadap perubahan yang diperlukan.
5)
Norma
impersionalitas pegawai/pejabat dalam menjalankan tugas pelayanan bisa
menyebabkan timbulnya komplik dengan para pengguna pelayanan (masyarakat).
6)
Tidak
ada perinsip/azas yang berlaku abadi, situasi yang berbeda memerlukan stuktur
birokrasi yang berbeda pula.
Karakteristik
birokrasi model Weber diatas memanag sangat idial yang tentu saja realitasnya
cukup sulit dicapai sehingga tentunya banyak menimbulkan kritik seperti R.K.
Merton dalam Bureaucratic Structure end Personality (1940) menyatakan bahwa:
1)
Sifat
birokrasi yang pernah dengan disiplin yang ketat bisa berakibat menghancurkan
diri sendri.
2)
Adanya
sistem aturan sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu sendiri.
3)
Kondisi
kerja yang terlalu birokratis bisa menciptkan solidaritas kelompok yang bisa
anti terhadap perubahan.
4)
Sifat
impersonalitas birokrat dalam memberikan pelayanan pada masyarakat bisa
menyebabkan timbulnya komplik dengan klien.
5)
Struktur
birokrasi terlalu tradisional bisa meninbulkan akibat disfungsional yaitu
inefiseinsi.
6)
Sifat
formal dari birokrasi akan menciptakan perilaku birokrat yang formal/kaku,
sering kali bertentangan dengan kenyataan manusia sebagai mahluk sosial yang
juga menumbuhkan hubungan-hubungan yang bersifat informal yang juga bisa
menciptakan adanya semangat dan produktifitas kerja.
b.
Teori prilaku organisasi
Perilkau
organisasi (organizational behavior) adalah merupakan a body of knowledge yang
berbica tenatang manusia di tempat kerjanya dan tentang perilaku kinerja
sebagai sebuah disiplin ilmu yang didifinisikan oleh Ivancevich, Szilagyl dan
Wellace pada tahun (1977) sebagai berikut”
“organizational behavior is concerned
with the study of the behavior, attitudes, end performance of woekers in an
organizational stting; the organization,s end informal group’s effect on the
worker sperceptions, feeling’s end actions; the environment’s effect on the
organization end its human resources and goals; end the effect of workers on
the organization end its effectiveness”
Berdasarkan
difinisi tersebut paling tidak ada 5 (lima) yang menjadi kay points dalam
organizational behavior (OB), yaitu;
1)
Organisasi
formal hanyalah salah satu saja dari sekian banyak perhatian dari OB, dimana
indivisu dan kelompok sebagai suatu etentitas yang terpisah juga memperoleh
perhatian yang sama.
2)
Sangat
penting memperlajari perilaku, sikap dan kinenrja individu dan kelompok karena
berpengaruh tehadap organisasi secara keseluruhan.
3)
Organisasi,
kelompok informal dan lingkungan memainkan suatu peran dalam membentuk perilkau
manusia dan kinerjanya.
4)
Individu
mempengaruhi efektifitas organisasi atau usaha pencapain tujuan organisasi.
5)
Untuk
memahami perilaku manusia dalam organisasi perlu kita memasuki ilmu-ilmu
perilaku dan menggunakan metode ilmu untuk mengkaji variabel-variabel dalam
bidang perlilaku organisasi.
Munculnya
teori perilaku organisasi disebabkan adanya pengaruh yang begitu kuat dari
berbagai ilmu perilaku (behavior sciences) seperti antropologi, sosiologi,
psikologi dan psikologi sosial terhadap teori organisai. Teori organisasi klasik
yang banyak dicirikan dengan pendekatanya yang mekanistik, formal deterministic
telah diganti dengan teori organisasi yang berpendekatan humanistic yang telah
banyak memperhatikan aspek-aspek dinamika sifat, siakap dan perilaku manusia
yang berintraksi dalam organisasi.
Secara
evolutif, perkembangan studi perilaku organsasi berawal dari kajian Psikologi
Industri Industriall Psychology (1913-1930) yang memusatkan kajian-kajian pada
demensi-demensi individu seperti perbedaan-perbedaan bakat, keahlian dan
intelegensi orang-orang yang menjadi anggota organisasi/pegawai industri,
karena hal ini skopnya terlalu sempit maka kajian ini kemudian digantikan
dengan kajian hubungan-hubungan kemanuasia Human Realition pada tahun
(1930-1960) yang memusatkan kajian pada deminsi kelompok seperti dinamika
kelompok, kerjasama dengan semangat tinggi. Kemudian, karena kajian ini
mengabaikan faktor situasi/lingkungan dimana orang-orang berkerjasama mencapai
tujuan, dengan demikian maka akhirnya timbullah kajian prilaku organisasi/organizational
behavior pada tahun (1960-?) yang kajiannya mencakup baik dari aspek individu
kelompok maupun organisasi dan lingkungan, kelopok maupun organisasi dan
lingkungan. J.M. Invancevich, A.D. Szilagyi, Jr. dan M.J.Wallanca,Jr. menyatakan
hawa tentang perilaku organisasi (organizational behavior) sebagai berikut: “Is
not behavioral scinces kwonledge” menurut mereka kajian perilaku organisasi
mencakup emapt hal diantaranya;
1)
Kaijan
perilaku, sikap dan kinerja pegaawai-pegawai (individu-individu) dalam suatu
lingkungan organisasi.
2)
Pengaruh
organisasi/formal dan kelompok informal terhadap persepsi, perasaan dan
tindakan para perkerja.
3)
Pengaruh
pada orgaisasi dan sumber tenaga kerjanya serta tujuan-tujuanya.
4)
Pengaruh
perkerja pada organisasi dan efetivitasnya.
1.
Aspek
Individu dan Pengaruhnya pada Organisasi.
a) Individu
Bila kita
hendak mengkaji perilaku organisasi dari sudut individu yang menjadi anggota
organisasi, maka tidak ada cara lain kecuali kita harus memahami secara
mendalam interrelasi antara faktor-faktor psikologi manusia dan perananya dalam
perkerjaan.
Faktor
determinan perilaku organisasi dan kinerja;
|
Personality
![]() |
Personality
(keperbadian) menurut para ahli ilmu perilaku adalah merupakan kombinasi yang
unik antara kecakapen dan motif. Motif (yang merupakan inner drive untuk
berbuat sesuatu) yang ada pada seseorang akan mendorong orang tersebut untuk
melakukan sesuatu (upaya) dan bila hal ini dikombinasikan dengan kecakepan yang
dimilikinya akan mengarah ketimbulnya prilaku tertentu dan selanjutnya hal ini
akan menghasilkan kinerja.
b)
Kelompok
Para
pemimpin organisasi apapun pada umumnya terletak pada umumnya tertarik
perhatianya pada perilaku kelompok karena kebanyakan aktivitas organisasi dan
pembuatan keputusan dilaksanakan dalam kelompok. Intraksi dalam kelompok
orang-orang dalam kelompok dinilai penting oleh pimpinan karena lewat aktivitas
kerja kelompok itulah banyak tujuan dan sasaran organisasi tercapai.
Sehubungan
dengan hal itu maka setip pemimpin organisasi perlu memahami dan memanajemeni
deminsi-deminsi kelopok seperti; jenis dan komposisi, kohesi kelompok, norma,
peran, kekuasanaan dan konflik dalam dan anter kelompok. Sedangkan jenis
kelompok dapat dibedakan menjadi 3 macam diantaranya;
1)
Kelompok
fungsional (functional groups) hal
ini berkaitan dengan kelompok-kelompok yang secara umum dibentuk sesuai dengan
struktur organisasi untuk menjalankan fungsi-fungsi organisasi, jenis kelompok
ini sering diklasifikasikan sebagai kelompok organisasi formal.
2)
Kelompok
gugus tugas (task or project groups)
kelompok ini merupakan kelompok yang anggotanya terdiri dari sejumlah pegawai
yang secara formal diikat/dihimpun untuk melakukan tugas khusus tertentu selama
jangka waktu pendek atau panjang, misalkan satuan tugas penanggulangan bahaya
narkoba, banjir, kerusakan lingkungan, korupsi dll.
3)
Kelompok
kepentingan dan persahabatan (interest
end friendship groups) hal ini dimaksudakan kelompok yang pembentukannya
didasarkan atas kesamaan kepentingan, bisa dalam kelompok formal atau informal
yang memiliki tujuan yang bersusaian dengan tujuan organisasi ataupun tidak.
Contohnya seperti kelompok perkerja (serikat buruh) kelompok sosial, kelompok
rekreasional dll.
Pimpinan
organisasi perlu memahami karakteristik ke tiga kelompok tersebut karena
perilaku anggota tersebut berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja organisasi
secara keseluruhan. Faktor-faktor utama dalam deminsi kelompok seperti satatus,
norma, tingkat, perkembangan, kekuasaan, komplik dll, meurupakan hal yang
penting dalam mempengaruhi kerja kelompok dan selanjutnya kinerja organisasi,
hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat kinerja keompok organisasi diantaranya;
1)
Tahap
orentasi (orientation)
2)
Mengatasi
masalah internal (internal problem solving)
3)
Pertumbuhan
dan produktivitas (growth and productivity)
4)
Evaluasai
dan pengendalian (evaluation and control)
Kelompok
yang masih berada pada tahap orentasi masih disibukan dengan kegiatan
membangaun struktur, jaringan komunikasi, aturan, mengklarasifikasi hubungan
antara anggota kelompok, mengidentifikasi peran pemimpinnya.
2. Organisasi
Semua
organisasi apapun jenis, ukuran dan afiliasinya terdiri dari individu dan
kelompok. Organisasi memiliki keunukan karakteristiknya masing-masing
sebagaimana halnya individu dan kelompok. Selain ukuran, setiap organisasi
berbeda kebijakannya, iklim organisasinya budayanya, strukturnya, tingkat
sentralisanya.
Organisasi
selain dipengaruhi oleh kondisi individu dan kelompok yang ada dalam organisasi
tersebut juga banyak dipengaruhi oleh kondisi organisasi yang paling utama yang
pmempengaruhi perkembangan organisasi adalah lingkungan di sekitarnya, pada
perinsipnya organisasi perlu dikaji bagimana hubunganya dalam berintraksi
dengan lingkunganya baik lingkungan internal maupun eksternalnya. Lingkungan
internal merupakan hal-hal yang berkaitan dengan struktur organsisainya, iklim
kerja, budaya kerja, kepemimpinan, filsafat management, kebijakan pemimpin,
peraturan organisasinya, sedangkan faktor eksternalnya yang meliputu kondiri
sosialnya, ekonomi, politik, keamanan, dan globanisasi.
Faktor
internal dan eksternal dalam organisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap
gerakan dalam perkembangan organisasi termasuk didalamnya sikap dan prilaku
orang-orang yang menjadi anggota oragnaisasi mulai dari pimpinan sampai ke
tingkat bawahanya. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan banyak
dipengaruhi oleh sejauh mana organisasi melakukan intraksinya dengan berbagai
macam lingkungan yang ada di sekitarnya.
Lingkungan
dalam internal organisai dikreasi oleh faktor-faktor seperti struktur
organisasi, iklim organisasi, teknologi, pegawai, proses, sumber-sumber dan
kepemimpinan. Sedangkan faktor eksternalnya dipengaruhi oleh seumber-sumber
ekonomi, teknologi, pelanggan, competitor, sosiopolitik dan sejumlah peraturan
yang diterapkan dalam organisasi. Perubahan lingkungan internal relatif lebih
mudah dikendalikan dari pada faktor eksternlnya hal itu didasarkan atas
perbedaan sbb;
1.
Faktor
internal
Salah satu faktor internal yang
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan organisasi dan kinerja organsasi
adalah organizational climate seperti struktur organisai, imbalan, otonomi,
toleransi dan komflik. Pertanggung jawaban individu, tingkat resiko dalam
suasana kerja, semua properties dari iklim organisasi tersebut karena besar
pengaruhnya terhadap kinerja organisasi perlu dikendalikan dan dimanajemeni
oleh pimpinan organisasi sehingga dapat memberikan suasana yang kondusif bagi
upaya meningkatkan kinerja.
2.
Lingkungan
eksternal
Lingkungan
eksternal besar pengaruhnya terhadap kinerja organisasi seperti faktor
lingkungan sosial politik bagimana pengaruh kekuatan partai politik terhadap
kebijakan organisasi, sejumlah peraturan
pemerintah citra dan sikap publik terhadap organisasi, produk dan jasa yang
dihasilkan organisasi, hal ini seringkali berpengaruh terhadap lingkungan
eksternal yang memilik dampak yang cukup signifikan terhadap lingkungan
internal dan hal ini akan memiliki pengaruh terhadp kinerja organisasi secara
keseluruhan, oleh kernanya lagkah yang releven yang harus di upayakan melakukan
manajemen dengan baik karena dengan diterapkan manajemen yang baik akan
memberikan dampak yang baik terhadap kinerja organisasi.
Berbagai aspek
yang berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi, sepert sikap, kepercayaan,
nilai, kebutuhan, tujuan, presepsi, kemampuan, keperbadian, motivasi.
Berkaitan
dnegan motivasi dalam organisasi menurut Abrahnam Maslow dalam The Need
Hierarchy Theory menyatakan bahwa; “semua orang memiliki lima macam kebutuhan
dan kebutuhan-kebutuhan ini terangkai kedalam suatu jenjang dari yang paling
fundamental (basic suryival needs) sampai kepada kebutuhan yang pealing tinggi
yakni, (personal growth end development) yang dimaksud dengan teori ini bahwa
manusia termotivasi untuk melakukan sesuatu guna mencapai kepusan, atau setiap
manusia akan termotivasi untuk melakukan susuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
Adapun
kelima jenis kebutuhan manusia sebagai berikut
a)
Pyaiological
Needs, merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi keberlangsungan hidup manusia
yang mencakup kebutuhan, pangan, sandang dan papan.
b)
Safety
Needs, yang mencakup kebutuhan akan rasa aman baik fisik maupun fiskis dari
ancaman luar terhadap kesejahtraan manusia.
c)
Belongingnees/Sosial
Needs, yang meliputi kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan hubungan dengan orang
lain, persahabatan, berintraksi dengan orang lain perujutanya bisa saja dalam
bentuk penilain rasa untuk memiliki/dimiliki.
d)
Esteem
Needs, merupakan jenis kebutuhan akan harga diri/penghargaan pada diri yang
bisa diperolehnya lewat upaya pemenuhan kebutuhan akan kekuasaan, prestasi,
status setiap manusia.
e)
Self-actualization
Needs ini merupakan jenis kebutuhan yang paling tinggi yang bisa dicapai lewat
pemenuhan akan aktualisasi dari/perkembangan diri, kemampuan untuk
mengembangakan semua potensi dan kapabilitas seseorang secara optimal untuk
memperoleh kepusan yang paling tinggi.
3. Aspek Kepemimpinan.
Aspek
kepemimpinan adalah merupakan salah satu komponen dalam demensi kelompok dalam
perilaku organisasi. Perilaku angota-angota organisasi kepemimpinan menurut
Ivancevich, Szilagyi dan wellace dalam Organizational behavior end performance
adalah “the relationship between two or
more people in wich one ettemptsto influencethe other toward the accomplishment
of some goal or goals”. Dari difinisi Nampak jelas tentang intraksi
diantara orang-orang dalam organisasi guna mencapai tujuan itu dilaukan lewat
kegiatan mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang (pimpinan) terhadap orang
lain (yang dipimpin), untuk dapat menjalankan pengaruh terhadap orang lain maka
pemimpin membutuhkan alat/sarana yang efektif sehingga dapat berhasi menjadi
seorang pimpinan, tentunya alat yang dimaksud disini adalah organisasi itu
sendiri dan salah satu bentuk sarana untuk dapat mempengaruhi orang lain tersebut
adalah kekuasaan (power), power is the capacity to influence.
Beberapa
sumber kekuasaan yang dapat dipergunakan oleh pimpinan untuk menjalankan
kepemimpinannya diantaranya;
1)
Kekuasaan
yang berbasis organisasi, kekuasaan ligitimasi, hadiah dan paksaan.
2)
Kekuasaan
yang berbasis individu yang meliputi; kekuasaan keahlian, dan kekuasaan
referensi.
Kekuasaan
ligitemisi (ligitimate power) adalah kekuasan yang diperoleh seseorang karena
kedudukanya dalam struktur orgaisasi, misalkan lewat pengangkatan penunjukan
oleh oleh pimpinan yang lebih tinnggi. Legalisasi kekuasaannya yang diberikan
melalui pemberian suruat keputusan yang sah dari atasnya.
Kekuasaan
Hadiah (reward power) merakan kekuasan yang diperoleh seseorang berdasarkan
kemampuannya untuk mengontrol dan mengadministrasikan hadiah-hadiah
(penghargaan, pengakuan, perhatian, uang, promosi dsb) kepada orang lain dengan
tujuan agar orang lain mematuhi perintahnya.
Kekuasan
Paksaan (coercive power) adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk
mengendalikan dan mengadministrasikan hukuman/sangsi (peringatan penghentian
kerja, ancaman hukuman dsb) kepada orang lain atas ketidakpatuhan mererka
kepada perintah pimpinanya.
Kekuasaan
Keahlian (expert power) adalah kekuasan yang dimiliki oleh orang tersebut
(keterampilan, bakat, pengatahuan dsb) yang mampu ia demontrasikan kepada orang
lain.
Kekuasaan
Referansi (refren power) adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang yang
didasarkan rasa daya tarik diri (personal appeal) yang luar bisa terhadap orang
lain. Seseorang yang memiliki keperbadian yang adil, jujur bertanggung jawab,
ketakwaan, kesetian, sopan, ramah tamah, penyayang, peduli dsb), hal itu bisa
menjadikan orang tersebut sebagai pimpinan yang karismatik.
Seseorang
pimpinan mampu memiliki dan menggunakan semua jenis kekuasaan tersebut diata
maka ia akan menjadi menjadi pemimpin yang pawer full dan akan berhasil dalam
menjalankan kepemimpinannya, keberhasialn dalam proses kepemimpinannya juga
dipengaruhi oleh pilihan alternative tindakan/perilaku/gaya kepemimpinan
seseorang. Berikaut beberapa hal yang menjelaskan yang berhubungan dengan gaya
kepemimpinan (styel of leadership) dengan tingkat kematangan/kedewasaan bawahan
(job end mental maturity) yang dikenal dengan Teori Siklus kehidupan (the lyfe
cycle theory of leadership) bersumber dari Paul Hersey dan Kenneth H.
Blanchard, yang membagi styel of leadership) menjadi empat diantaranya; 1) Gaya
Intruktif, 2) Gaya konsulatif, 3) Gaya pastisipatif, dan 4Gaya
delegatif.
c. Perubahan
dan Pengembangan Organisasi
Perubahan
sistem nilai, kelembangaan dan gaya hidup manusia yang didorong oleh adanya
perubahan global terhadap ilmu pengatahuan dan teknologi telah manjadi semacam
Conditio sine quanon bagi perubahan dan pengembangan organisasi. Upaya untuk
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat maka organisasi publik
dan bisnis telah berjuang keras untuk memoderenkan organisasinya untuk memenuhi
tuntutan dan kebutuhan masyarakat, para teretisi dan peneliti juga banyak
disibukan oleh berbagai kajian-kajian yang mendalam tentang upaya mengkreasi
berbagai model organisasi yang sesuai dengan dinamika perubahan yang sering
kali sangat cepat dan tak terduga sebelumnya.
Ivancevich
et al. dalam bukunya Organizational behavior end performance (1971) menjelaskan
bahwa upaya perubahan dan pengembangan organisasi bisanya terkait langsung
dengan pencapian tujuan (kinerja) organisasi yang lebih baik upaya tersebut
diarahkan ke “ higher performance
improved metovation, increased cooperation, clearer communication, reduced absenteeism
and tumover, minimizational of conflict, and reduced costs”.
Ivancevich
et al. dalam W.W. Burke dan W.H. Schmidt (1971) mengeterprestasikan
organizational development (OD) sebagai berkut, “Using knowiedge and tachniq from the behavioral science,
organizational behavior (OB) is a process which attempts to increase
organizational effectiveness by integrating individual desires for growth end development with
organizational goals. Typicall, this process is a planned change effort which
involves a total system over a period of time, and these change efforts are
related to the organization’s mission”.
Pandangan
diatas jelas sekali adanya hubungan yang sangat erat antara pengembangan
organisasi dengan perubahan organisasi. Sebenarnya organisasi itu memuliki dua
arah/tujuan makro dari dilaksanakanya perubahan dan pengembangan organisasi
yaitu;
1)
Ditujukan
pada peningkatan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
2)
Diarahkan
pada penbentukan pola-pola perilaku pegawai (baik pimpinan maupun kariawan)
yang kondusif dengan perubahan lingkungan.
Perinsip
dari arah pertama karena karena pimpinan organisasi organisasi tidak mampu
secara kesuluruhan dapat mengontrol lingkungan, maka mereka secara kontinyu
mengupayakan perubahan internal seperti disain organisasi, sistem penguoahan,
program penilaian kinerja dan sebagainya, sehingga mereka mampu mengatasi
tuntunan akan hak dan otonomi pegawai, dalam mengahadapi persaingan dan
aturan-aturan baru dari pemerintah, sedangkan arah poin yang kedua, yaitu
perunahan pola-pola perilaku pegawai perlu juga dialkukan sebagai akibat dari
adanya desain jabatan, struktur penggajian, program penetapain tujuan baru dsb.
Didalam
pelaksanaan perubahaan dan pengembangan organisasi paling tidak ada empat
proposisi yang perlu diperhatikan, dantaranya adalah;
1)
Pimpinan
organisasi harus mengambil inisuatif yang kuat untuk menetapkan program
pengembangan organisasi secara terencana dan sistematis.
2)
Program
tersebut harus diarahkan pada upaya menjadikan organisasi lebih adaptable
terhadap lingkungan yang ada sekarang maupun yang akan datang.
3)
Progrom
tersebut harus menggunakan metode yang di desain untuk mengubah pengatahuan,
keahlian, sikap, proses, prilaku, desain jabatan dan desain organisasi.
4)
Program
pengembangan harus didasarkan pada asumsi bahwa efektivitas organisasi dan
kinerja individu dapat ditingkatkan sejauh program tersebut menfasilitasi
pengintegrasian secara optimal baik dari tujuan individu maupun tujuan
organisasi.
Perubahan
dan pengembangan organisasi perlu digunakan pendekatan tertentu berkaitan
dengan hal itu H. J. Leavitt dalam karianya yang berjudul Applied
Organizational Change in Industry pada tahun (1964) menyebutkan ada 3 macam
pendekatan yaitu:
1)
Structural
Approach, yakni perubahan dan pengemembangan lewat penetappan pedoman formal,
prosedur dan kebijakan yang baru seperti bagan organisasi, metode anggaran
aturan dan regulasi.
2)
Technological
Approach, yakni pendekatan yang menfokuskan pada penyusunan kembali aliran
kerja misalnya lewat letak fisik, metode kerja deskripsi tugas dan standar
kerja.
3)
Human
Approach, yakni pendekatan yang lebih menekankan pada perubahan sikap,
motivasi, perilaku, keahlian yang bisa dicapi lewat perbaikan teknik program
pelatihan, prosedur pemilihan karyawan dan teknik penilain kinerja.
Walaupun
ketiga pendekatan tersebut berbeda akan tetapi dalam penggunaannya bisa dipakai
secara bersamaan untuk meghasilkan perubahan yang makkskimal. Perubahan dan
pengembangan organisasi perlu mendapatkan perhatian yang serius dan dukungan
dari segenap pegawai mulai dari pimpinan sampai dengan karyawan yang paling
bawah, hal ini dimaksudakan agar proses perubahan tersebut dapat berjalan
lancer dan berhasil serta memuaskan semua pihak.
Didalam
organisasi ada tahap-tahap perubahan yang perlu diperhatikan oleh setiap
pimpinan organisasi tahap-tahap tersebut merupakan tahapan yang dilakuakan
secara terencana atau terorganisir. Diantara tokoh-tokoh yang terlibat
didalamnya adalah J.L Gibson, J.M. Invancevich, J.H. Donnelly dalam
(Organizations, Structure, process, and behavior) yang diterbitkan pada tahun
(1973) sebagi berikut:
1)
Pimpinan
organisasi perlu memahami adanya kekuatan perubahan yang datangnya dari dalam
maupun dari luar.
2)
Pimpinan
organisasi menetapkan beberapa macam masalah yang harus di pecahkan.
3)
Pimpinan
organisasi mendiagnosis magnitud masalah, kemudian memilih pendekatan yang akan
dipakai dan menetapakan tujuan perubahaannya.
4)
Pimpinan
organisasi mengidentifikasi hambatan-hambatan dibidang; sumber-sumber,
struktur, teknologi dan waktu.
5)
Pimpinan
mengidentifikasi pilihan pendekatan dan teknik perubahan yang akan dipakai.
6)
Pimpinan
memilih satu alternatif.
7)
Melaksanakan
alternatif dengan memperhatikan waktu, lokasi dan kedalaman.
8)
Mengevaluasi
pelaksanaan alternative dengan memadukan antara tujuan yang hendak dicapai
dengan realitas asil akhir. Hal ini dapat dipakai untuk melihat kembali proses
implementasi alternatif dengan tujuan dapat memberikan masukan baru dalam
proses keberlangsungan organisasi, dan dapat mencermati tekanan atau kekuatan
baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar yang dapat mempengaruhi jalanya
proses perubahan organisasi berikutnya.
Perubahan
dan perkembangan didalam organisasi bukanlah suatu kegiatan yang dapat
berlangsung hanya satu kali untuk dapat mengatasi semua masalah yang
timbul/terjadi akan tetapi dilakukan secara bertahap (berkesinambungan),
perubahan didalam organisasi laksana seperti air mengalir yang tiada hentinya
yang memiliki dinamika tersendiri, begitu juga dengan perubahan yang ada
didalam organisasi harus terus berupaya secara terus menerus untuk dapat
menyusaikan diri dengan lingkungan yang setiap waktu, tahun, masa ataupun zaman
akan terus mengalami perubahan sesuai dengan pola fikir manusia, dan
perkembangan teknologi sehingga perkembangan organisasi tidak akan pernah
terlepas dari teori dan perilaku manusia yang terlibat didalam maupun diluar
organisasi.
Sumber
Refrensi
Henry, N. 1989. Public Administration and public affairs. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall, Inc
Ivancevich, J.M et al 1997. Organizational Behavior And Performance.
Santa Monica, Calif. Goodyear Publishing Company, Inc
Islamy Irfan, 2003. Dasar-Dasar Administrasi Publik dan
Manajemen Publik. diterbitkan University of Brawijaya Malang
Negro F.A dan Negro, L.G, 1980. Modern Piblik Administration. New York
Herper and Row, Publishers.
0 komentar:
Posting Komentar